Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fadli Zon Cetus: UU Cipta Kerja Contoh Buruk Demokrasi Indonesia!

        Fadli Zon Cetus: UU Cipta Kerja Contoh Buruk Demokrasi Indonesia! Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon merasa tak sependapat dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Menurutnya, undang-undang ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia. Fraksi Gerindra, tempat Fadli Zon beranung sendiri menerima undang-undang itu berlaku.

        Ada beberapa alasan yang dikemukanan. Pertama, yakni omnibus law telah membuat parlemen kurang berdaya. Karena banyaknya pasal yang diubah dan menyatukan puluhan UU dalam satu UU dalam waktu yang singkat, membuat UU tersebut lebih dominan diisi oleh kepentingan pemerintah.

        "Bayangkan, undang-undang ini mengubah 1.203 pasal dari 79 undang-undang yang berbeda-beda. Bagaimana parlemen bisa melakukan kajian dan sinkronisasi pasal sekolosal itu dalam tempo singkat? Sangat sulit. Sehingga, yang kemudian terjadi parlemen menyesuaikan diri dengan keinginan pemerintah," kata Fadli, Rabu (7/10/2020).

        Baca Juga: Rakyat Kompak Tolak UU Cipta Kerja, Bang Fahri Lantang: Pimpinan-Anggota DPR Jangan Lari!

        Kedua, Wakil Ketua DPR 2014-2019 itu menyebut omnibus law telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Membahas seluruh materi dalam UU Ciptaker dalam waktu yang singkat dirasa mustahil dilakukan, apalagi di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi ini.

        "Ketiga, omnibus law ini bisa memancing instabilitas. Masifnya penolakan buruh di mana-mana, termasuk ancaman mogok nasional, menunjukkan omnibus law ini hanya akan melahirkan kegaduhan saja. Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial. Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama-sama dirugikan. Ini soal waktu saja," kata Fadli.

        Waketum Gerindra ini menambahkan, omnibus law ini ditengarai akan memfasilitasi kian masifnya perampasan lahan dan kerusakan lingkungan. Hal ini dipastikan akan melahirkan banyak gesekan di lapangan.

        "Di sisi lain, apa yang diharapkan dengan keberadaan omnibus law ini, menurut saya, sulit tercapai. Beleid ini, dengan berbagai efek turunan yang telah disebutkan tadi, tak akan berhasil menarik investasi. Sebab, di tengah-tengah resesi, investor umumnya menginginkan kepastian hukum. Sementara, omnibus law ini justru telah melahirkan ketidakpastian hukum," katanya.

        Dampak dari UU Ciptaker ini adalah akan ada banyak aturan pelaksana, mulai dari peraturan pemerintah, menteri, gubernur, hingga peraturan daerah terbawah yang harus diubah dan disesuaikan dengan omnibus law ini.

        "Alih-alih terpikat datang, para investor akan melihat ini sebagai bentuk ketidakpastian hukum baru," lanjutnya.

        Saat ini, menurut Fadli, sudah bukan zamannya lagi menekan atau memangkas hak-hak buruh untuk menggaet investasi. Sebab, investor yang baik biasanya juga sangat memperhatikan isu perburuhan karena hubungan industrial yang buruk hanya akan menciptakan instabilitas dan investasi tak berkesinambungan.

        Baca Juga: Demo Omnibus Law Bikin PDIP Ketar-ketir, Mega Langsung Keluarkan Titah

        Baca Juga: Rakyat Ramai-ramai Tolak Omnibus Law, Bahlil Teriak: Jangan Plintir Seolah untuk Kepentingan Asing!

        Selain isu perburuhan yang bermasalah, Fadli juga menilai omnibus law ini justru kian memundurkan komitmen pemerintah terhadap isu lingkungan. Selain itu, meskipun pemerintah selalu mengklaim RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, Fadli memprediksi janji itu akan sulit terealisasi. 

        "Jadi, sebagian masyarakat sangat pantas kecewa akibat pengesahan omnibus law kemarin. Pengesahan omnibus law menabrak rasa keadilan masyarakat. Ke depan, pemerintah dan DPR seharusnya lebih banyak mendengar suara masyarakat," ujar Fadli Zon.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: