Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dari BPDPKS, Ini Program-program Kemitraan untuk Pemberdayaan Petani Sawit

        Dari BPDPKS, Ini Program-program Kemitraan untuk Pemberdayaan Petani Sawit Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Meskipun 92 persen dari total perkebunan sawit rakyat di Indonesia dikuasai dan dikelola oleh petani swadaya, namun program kemitraan antara petani dengan perusahaan tetap dibutuhkan dengan syarat harus menguntungkan kedua belah pihak.

        Kemitraan ini tidak hanya berfungsi untuk menghadapi tantangan dalam mengelola kebun sawit berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar global bagi petani, tetapi juga meningkatkan kompetisi petani secara ekonomi.

        Sebagai BLU yang bertanggung jawab terhadap perkembangan industri perkebunan kelapa sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) turut mendukung kemitraan di sektor sawit. Tidak hanya itu, BPDPKS juga semakin gencar mendukung pemberdayaan petani sawit mencakup segmen usaha mikro, program peremajaan sawit rakyat, serta sarana prasarana.

        Baca Juga: Wah Mantap! Seniman Bosnia Ciptakan Inovasi dari Limbah Sawit

        Plt Direktur Kemitraan BPDPKS, Muhammad Ferian mengutarakan, "kemitraan masih diperlukan, tetapi kemitraan tidak lagi hubungan anak dengan bapak antara petani sawit dan perusahaan, melainkan sebagai dua institusi yang merdeka. Setelah merdeka baru bermitra. Jadi bermitra yang sehat, kedua pihak akan diuntungkan."

        Selanjutnya, Ferian menjelaskan bahwa hal mendasar yang menyebabkan petani tidak merdeka yakni masih ditemukannya petani-petani sawit yang belum tergabung ke dalam suatu lembaga (kelompok tani atau koperasi).

        "Selain itu, petani dengan pabrik kelapa sawit (PKS) terpaut jarak karena ada pengepul. Petani sangat tergantung pada agen pembeli. Sebagai contoh, petani tidak memiliki biaya untuk semisal bayar sekolah. Lalu, mereka meminjam pada agen. Kondisi tersebut membuat petani tidak merdeka. Dan, petani tidak bisa akses ke pasar," jelas Ferian.

        Terkait hubungan petani dengan PKS tersebut, berdasarkan data BPDPKS, diketahui bahwa petani menghadapi inefisiensi supply chain yang meliputi petani swadaya–koperasi/kelompok tani–agen kecil–agen besar–pemegang DO–PKS.

        Ferian juga mengatakan, "selama ini petani sawit swadaya baru sebatas produsen buah (tandan buah segar). Belum bisa menjual produk turunan seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Bagi kami, petani harus menjadi pelaku bisnis, tidak lagi menjual TBS. Petani perlu didorong supaya menjual produk turunan lainnya." 

        Berkaitan dengan kemitraan pemberdayaan petani sawit, BPDPKS memberikan dukungan melalui program-program yang dibentuk dari berbagai aspek seperti efisiensi biaya (biaya produksi, biaya transportasi, kemudahan akses), pemberdayaan kelembagaan (pengelolaan usaha bisnis dan pusat pembelajaran anggota untuk pekebun swadaya), meningkatkan nilai jual hasil kebun (peningkatan produktivitas kebun melalui peremajaan, produsen minyak sawit, produsen produk biomassa), serta pengelolaan TBS oleh petani melalui studi kelayakan berupa ketersediaan bahan baku, permodalan, pengetahuan dan keterampilan, fasilitas pengolahan kebun, serta potensi pasar.

        Baca Juga: W1 Oktober 2020: Harga CPO Tetap Bergairah

        Baca Juga: Bukan Ancaman Pangan, Kebun Sawit Justru Bagian Ketahanan Pangan

        Lebih lanjut Ferian mengatakan, "petani dan kelompok tani menjadi poin penting dalam grand design penguatan industri sawit. Pertimbangannya sangat jelas, petani beserta kelembagaan mereka merupakan kunci sukses dalam industri sawit."

        Tidak hanya dalam upaya peningkatan kesejahteraan, petani juga dapat diarahkan kepada sektor UMKM. Sektor UMKM yang bersifat produktif akan dapat meningkatkan pendapat petani melalui penciptaan nilai tambah produk sawit (minyak dan biomassa).

        Selain itu, format kelembagaan UMKM dapat digunakan untuk meningkatkan bargaining position petani yang optimal dan kemudahan akses petani ke pasar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: