Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai utang luar negeri (ULN) yang terus meningkat akan mengganggu sektor keuangan Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN pada akhir Agustus 2020 sebesar US$413,4 miliar atau setara Rp6.101,8 triliun (asumsi kurs Rp14.760 per dolar AS).
"Implikasi bisa menganggu stabilitas sektor keuangan. Ada dampak sistemik terutama utang yang ditarik oleh konglomerasi besar," kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Lebih lanjut terang dia, karena situasi memaksa swasta untuk menambah pembiayaan utang agar produksi dapat dipertahankan. Jadi, utang baru lebih kepada refinancing saat bunga mengalami penurunan dan upaya bertahan dari gelombang kebangkrutan.
Baca Juga: Buset! Utang Luar Negeri RI Makin Berkembang Biak Tembus Rp6.000 Triliunan!
"Yang perlu diperhatikan jika prospek pemulihan ekonomi masih lambat, maka utang swasta bisa menjadi bencana karena resiko default nya naik," ungkapnya.
Sementara untuk ULN pemerintah, terang dia masalah terletak pada pengelolaan belanja yang kurang efektif. Jadi utang naik akan terus jadi beban fiskal. Jika terjadi currency missmatch bisa makin lebar defisit APBN pada tahun berikutnya sebab biaya untuk bayar utang dalam bentuk valas akan membengkak.
"Pemerintah sepertinya tidak memikirkan dengan matang keputusan menarik utang valas. Karena utang pemerintah merupakan beban lintas generasi," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: