Jumlah utang luar negeri Indonesia saat ini mencapai Rp5.940 triliun. Jumlah itu membuat Indonesia berada di posisi ke tujuh negara dengan utang terbesar.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi Masyita Crystallin mengatakan utang Pemerintah Indonesia dikelola dengan sangat hati-hati dan akuntabel.
"Bu Sri Mulyani dikenal prudent dalam menjaga fiskal kita. Sehingga risiko yang ada masih manageable dan terjaga," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (15/10/2020).
Baca Juga: Buset! Utang Luar Negeri RI Makin Berkembang Biak Tembus Rp6.000 Triliunan!
Dia mengungkapkan dalam empat tahun terakhir, kebijakan fiskal Indonesia diarahkan untuk mengurangi angka primary deficit. Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mengklaim sebelum pandemi, usaha itu sudah mendekati angka positif.
"Data ini adalah utang luar negeri (ULN) total, termasuk swasta. Bukan semuanya utang Pemerintah Indonesia. ULN pemerintah hanya 29,8 persen dari keseluruhan utang Indonesia yang tercantum dalam International Debt Statistic 2021 yang diterbitkan Bank Dunia," tuturnya.
Masyita menjelaskan membandingkan ULN antar negara perlu melihat nilai produk domestik bruto (PDB). Ibarat membandingkan nilai Kredit Pemilikan Rumah (KPR), perlu disesuaikan dengan penghasilan.
"Berbanding dengan pendapatan domestik bruto porsi utang Indonesia hanya 35,8 persen per oktober 2019. Selain itu, ULN kita juga jangka panjang membuat risiko fiskal untuk membayar kewajiban masih manageable," paparnya.
Selain itu, kebijakan ULN tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Negara yang sedang membangun memiliki nilai investasi yang lebih tinggi dari tingkat tabungannya atau Saving-Investment Deficit.
Baca Juga: RI Urutan Ke-7 dengan Utang Terbesar, Anak Buah Sri Mulyani Berdalih: Masih Aman
Sepanjang return terhadap investasi tersebut lebih tinggi dibandingkan biaya bunga, maka negara akan mampu membayar kembali. Masyita mengungkapkan sebelum pandemi ULN digunakan untuk membangun proyek-proyek strategis. Tujuannya, meningkatkan dan memeratakan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia.
"Kita perlu menutup gap infrastruktur dan mengurangi biaya logistik agar dapat meningkatkan daya saing. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas pertumbuhan ekonomi potensial," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: