Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ketum Aspekpir: Pola PIR Sawit Program Saling Menguntungkan

        Ketum Aspekpir: Pola PIR Sawit Program Saling Menguntungkan Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada 1978, pemerintah mengimplementasikan konsep kemitraan inti-plasma pertama di Indonesia yang dibiayai Bank Dunia melalui proyek Nucleus Estate and Smallholders (NES) I–VII yang akhirnya melahirkan pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR).

        Pola kemitraan tersebut terus berkembang menjadi PIR-Trans, PIR-KKPA, PIR-NES, PIR-SUS, dan PIR-LOK. Berdasarkan data diketahui, luas kebun plasma di Indonesia sebesar 617.127 hektare yang terdiri dari PIR-Trans 362.528 hektare; Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) 155.211 hektare; PIR NES, PIR SUS, dan PIR LOK seluas 153.388 hektare yang tersebar di 20 provinsi dengan jumlah anggota sebanyak 335.500 KK.

        Melihat pentingnya keberadaan pola PIR di Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia, Setiono mendorong agar pola kemitraan PIR dijadikan percontohan nasional. Hal tersebut dikarenakan pola ini terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit.

        Baca Juga: Dalam 15 Tahun, Cangkang Sawit Indonesia Ditampung Jepang

        "Manfaat program PIR sejak 1978 memang sangat bagus sekali. Bahwa sebelumnya kita tidak mempunyai apa-apa dengan mengikuti program PIR ini nasib kami menjadi lebih baik," ungkap Setiono.

        Terkait kesuksesan pola PIR, Sutiono menambahkan, "memang ada beberapa yang tidak sukses, namun tidak bisa pola ini dianggap gagal."

        Meskipun luas perkebunan dengan skema PIR ini kurang dari 1 juta hektare, akan tetapi dalam implementasi program ini tidak ditemukan banyak kendala sehingga dapat didorong agar menjadi percontohan nasional.

        "Untuk itu, Aspekpir bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bekerja sama membangun kembali generasi kedua pola PIR yang lebih modern dan setara antara petani dengan perusahaan," jelas Setiono.

        Setiono menjelaskan, permasalahan umum yang dihadapi petani sawit swadaya yakni penggunaan bibit yang ilegitim serta teknik budi daya yang tidak sesuai dengan good agricultural practices (GAP). Dengan adanya pola kemitraan yang baik, maka harga sawit dapat terjaga karena telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian.

        "Pola PIR merupakan program saling menguntungkan, saling terkait dan saling ketergantungan. Apabila semua pihak saling mendukung, maka pola kemitraan ini tidak ada tandingannya," kata Setiono.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: