Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Debat Capres Usai Sudah, Trump Diprediksi Sulit Ubah Hati Pemilih

        Debat Capres Usai Sudah, Trump Diprediksi Sulit Ubah Hati Pemilih Kredit Foto: Reuters/Brian Snyder
        Warta Ekonomi, Washington -

        Debat terakhir calon Presiden (capres) Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan penantangnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, digelar Kamis (22/10/2020) malam waktu AS.

        Sejauh ini, pemilih yang belum mengambil keputusannya relatif tinggal sedikit. Artinya, jendela Trump untuk memengaruhi hasil, mungkin akan ditutup. Apalagi, kutip kantor berita Reuters, 47 warga Amerika telah memberikan suara mereka. Angka ini melampaui total pemungutan suara awal (early voting) pada Pemilu 2016 lalu.

        Baca Juga: Kristen Welker, Moderator Debat Final yang Dipuji-puji Donald Trump

        Meski berusaha membujuk calon pemilih yang masih ragu untuk mencoblos pada pemilihan presiden (Pilpres) 3 November mendatang, keduanya menawarkan pandangan yang sangat kontras. Terutama dalam upaya menghadapi pandemi Corona yang masih parah hingga saat ini.

        Di debat terkahir ini, penampilan Trump tampak lebih terkendali daripada debat pada September lalu. Saat itu, dia berulang kali memotong pembicaraan Biden yang sedang dapat giliran berbicara.

        Tapi tetap saja, keduanya masih sering melakukan serangan yang sifatnya pribadi. Sehingga tidak menunjukkan rasa saling menghormati. Trump misalnya, banyak melontarkan tuduhan korupsi yang tidak berdasar pada Biden dan keluarganya.

        Untungnya, debat yang lebih substantif berlangsung lancar untuk tema-tema berbagai topik. Termasuk masalah ekonomi, ras, perubahan iklim, perawatan kesehatan dan imigrasi.

        Namun isu pandemi Corona, selalu menjadi salah satu topik di setiap kampanye. “Siapapun yang bertanggung jawab atas banyak kematian (akibat Covid-19), tidak boleh lagi menjadi Presiden Amerika Serikat,” serang Biden.

        Menyangkut hal ini, Trump, yang selalu mengutamakan pengelolaan ekonomi di setiap kampanyenya, membela pendekatannya terhadap kondisi pandemi tersebut. Amerika, ujarnya, tidak dapat menutup aktivitas bisnis lagi. Sekalipun terjadi lonjakan baru angka penularan Corona.

        “Kami belajar menghadapinya. Kami tidak punya pilihan,” kata Trump, yang selama beberapa bulan selalu menganggap remeh Covid-19.

        “Belajar hidup bersama Covid-19? Yang benar saja!? Kami sudah sekarat karena Covid-19," balas Biden.

        Trump menegaskan, Covid-19 akan hilang. Padahal, sejumlah Negara Bagian di AS malah melaporkan, justru terjadi rekor peningkatan penularan virus ini selama Kamis (22/10) kemarin.

        Dia juga menyerang Biden, karena memecahkan rekor hampir 50 tahun menjadi politisi, tanpa menghasilkan kebijakan penting. Sayangnya, Trump juga tidak merinci agenda untuk masa jabatannya yang kedua sebagai Presiden AS bila nanti kembali terpilih.

        Membalas serangan ini, Biden berulang kali mengupas empat tahun Trump menjadi presiden, namun hanya bisa menghancurkan ekonomi Amerika, persis seperti banyaknya korban virus Corona di negara itu saat ini.

        Selain isu Corona, kedua Capres AS ini juga berdebat soal intervensi asing. Trump lagi-lagi mengulangi tuduhannya, bahwa Biden dan putranya, Hunter, terlibat praktek tidak etis di China dan Ukraina. Sayangnya, tudingan ini tanpa bukti yang bisa diverifikasi.

        Sebaliknya, tudingan ini sebelumnya malah jadi bumerang bagi Trump sendiri. Karena Trump dan anak-anaknya telah dituduh memiliki konflik kepentingan sejak dia jadi presiden 2017, sebagian besar melibatkan bisnis real estate dan hotel internasional keluarga.

        Biden membela keluarganya dan mengatakan dengan tegas, bahwa dia tidak pernah menghasilkan satu sen pun dari negara asing.

        “Ada alasan mengapa dia mengungkit semua omong kosong ini,” kata Biden sambil menatap langsung ke kamera.

        “Ini bukan tentang keluarga dia dan keluarga saya. Ini tentang keluarga Anda (rakyat Amerika), dan keluarga Anda terluka parah."

        Dia kemudian juga menuduh Trump menghindari pembayaran pajak. Hal ini mengutip liputan investigatif oleh media AS, New York Times. Media itu melaporkan, Trump hampir tidak membayar pajak penghasilan federal selama lebih dari 20 tahun.

        “Bayar pajak Anda! Berhenti ngomong korupsi,” cetus Biden. Meski hal ini kemudian dibantah Trump. Menurutnya, dia telah membayar pajak jutaan dollar.

        Selain itu, isu rasial juga menjadi salah satu tema perdebatan. Apalagi selama beberapa bulan, Amerika dilanda gelombang demonstrasi yang sering berujung kerusuhan. Pemicunya, karena rasisme yang masih marak di bawah pemerintahan Trump.

        Biden pun mengatakan, Trump adalah salah satu presiden paling rasis dalam sejarah.  "Dia menuangkan bahan bakar pada setiap tembakan rasis," kata Biden.

        Namun bagi Trump, Biden pun juga pernah terlibat dalam pembuatan Undang-Undang Kejahatan tahun 1994. Akibatnya, terjadi peningkatan penahanan terdakwa warga minoritas Amerika. Malah, kilah Trump, dia telah berbuat lebih banyak bagi warga kulit hitam Amerika dibanding presiden mana pun, kecuali Abraham Lincoln selama Perang Saudara AS pada tahun 1860-an. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: