Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan, vaksin Covid-19 dari China yang ditargetkan tiba pada November diperkirakan akan mundur. Sebab, kata dia, vaksin tersebut harus dipastikan aman sebelum sampai ke masyarakat.
Dalam paparannya di acara yang diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) yang disiarkan secara live streaming pada Jumat (23/10), Luhut menyebut, ia baru saja ditelepon Presiden Joko Widodo untuk memastikan vaksin yang datang dari China (Sinovac) harus tetap melalui prosedur otorisasi.
"Tadi presiden telepon saya. Tadinya rencana kita mau karena barangnya dapat, rencana minggu kedua November, bisa saja tidak kecapai minggu kedua November," ujar Luhut, Jumat (23/10/2020).
Baca Juga: Menko Luhut, Otak di Balik Omnibus Law
Dia memastikan, ketersediaan sudah bisa dipastikan ada. Namun, vaksin tersebut masih perlu screening dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Bukan karena barangnya, barangnya siap, tapi adalah emergency used authorization (izin penggunaan darurat) belum bisa dikeluarkan BPOM karena ada aturan-aturan, step-step yang harus dipatuhi," ujar Luhut.
Luhut mengaku sudah berkonsultasi dengan beberapa pihak seperti Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Pihak ITAGI pun menyarankan untuk tidak terburu-buru untuk memasalkan vaksin tersebut. "Dan itu presiden saya lihat tidak mau lari dari situ. Beliau (presiden) mengatakan keamanan nomor satu," kata Luhut.
Terpisah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) berharap BPOM menjelaskan secara lengkap terkait vaksin Covid-19. Penjelasan ini diperlukan agar masyarakat mengetahui secara detail tentang vaksin tersebut sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
"Mana vaksin yang akan digunakan, seperti apa hasil uji klinisnya, apa saja temuan dan laporan yang harus menjadi perhatian. Terus apa saja keterbatasannya dan hal-hal terkait lainnya. Sama dengan ketika kemarin BPOM menguji laporan temuan obat Covid-19," kata Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan Pengurus Pusat Persi, Tonang Dwi Ardyanto.
Dia melanjutkan, BPOM juga perlu menjelaskan jika nantinya benar-benar memberi emergency use authoritation. Penjelasan melingkupi bagaimana batasannya, apa saja yang harus menjadi perhatian, hingga apa langkah mitigasi kalau terjadi masalah dan sebagainya.
"Karena EUA itu sifatnya darurat, bukan izin edar. Baru izin penggunaan karena alasan darurat. Sewaktu-waktu dapat dicabut bila terjadi masalah," kata dia.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito sebelumnya meminta masyarakat bersabar dan cermat dalam memilah dan menyikapi informasi perkembangan penanganan Covid-19, khususnya masalah vaksin. Satgas memastikan, informasi terkait perkembangan vaksin akan terus disampaikan.
"Pemberitahuan aspek vaksinasi yang bersinggungan dengan masyarakat akan didiseminasikan secara transparan, bertahap, sehingga jika belum diumumkan secara gamblang oleh pemerintah, maka hal tersebut masih dalam tahap perumusan. Kami ingin memastikan bahwa informasi publik yang disampaikan itu betul-betul akurat," ujar Wiku.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, diplomasi dijalankan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan vaksin Covid-19. Soal vaksin, kata dia, tugas utama diplomasi adalah membuka jalan dan akses terhadap komitmen penyediaan vaksin, baik dari jalur bilateral maupun multilateral.
"Tugas ini bukan merupakan tugas yang mudah, namun Alhamdulillah dapat dijalankan dengan baik," ujar Menlu Retno.
Tugas diplomasi vaksin ini dijalankan tidak saja untuk membuka akses pemenuhan kebutuhan jangka pendek atas vaksin bagi masyarakat Indonesia, namun juga memberikan dukungan terhadap vaksin multilateralisme. Sejauh ini, tugas meratakan jalan dan membuka akses telah dijalankan secara penuh.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, jumlah relawan sebanyak 1.620 relawan di Bandung, Jawa Barat, yang tengah menjalani uji klinis fase 3 vaksin Sinovac perlu ditambah. "Sebenarnya jumlahnya (terlalu) sedikit," kata Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: