Kiprah dan sepak terjang Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) terus menjadi sorotan masyarakat Tanah Air. Setelah sekitar tiga tahun berada di Arab Saudi, pria yang akrab disapa Habib Rizieq itu kembali Indonesia hari ini, Selasa (10/11/2020).
Habib Rizieq dikenal publik Tanah Air sebagai sosok ulama yang 'keras' dalam memegang prinsip dan pendirian. Tak ayal, sepak terjangnya kerap dikaitkan dengan pribadinya yang kontroversial. Beberapa kasus hukum yang diduga melibatkan HRS juga berujung penahanan dirinya.
Habib Rizieq tercatat pernah ditahan di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, dia dianggap orang yang paling bertanggung jawab atas peristiwa penyerangan massa FPI kepada massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Keyakinan (AKKBK).
Baca Juga: Viral, Video Prajurit TNI Diduga Simpatisan Habib Rizieq Lantangkan Takbir
Habib Rizieq pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 1 Juni 2008. Bahkan saat itu, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menyampaikan terima kasih kepada pemerintahan SBY yang dianggap telah bersikap tegas. Atas kasusnya itu, HRS divonis 1 tahun 6 bulan dan harus meringkuk di sel jeruji besi.
Sebelum kasus itu, HRS juga pernah mengalami dinginnya sel jeruji besi. Tepatnya pada 2003, ia divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diganjar 7 bulan penjara.
HRS dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan menghasut, melawan aparat keamanan, dan memerintahkan merusak sejumlah tempat hiburan di Ibu Kota. Ia menjalani hukuman di Rutan Salemba, dan mendekam di Blok R Nomor 19.
Nama Habib Rizieq pun kembali menjadi 'buah bibir' masyarakat Indonesia pada masa rezim pemerintahanan Joko Widodo (Jokowi). Habib Rizieq oleh sejumlah kalangan sudah sejak awal berseberangan dan 'bersinggungan' dengan kekuasaan Jokowi.
Puncaknya, figur HRS kembali menguat setelah mampu menggerakkan ratusan ribu orang atau bahkan diklaim kelompoknya berjumlah dua juta orang waktu itu dalam aksi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI). Peristiwa itu dikenal dengan istilah aksi 411 dan 212.
Aksi yang diprakarsai HRS itu untuk menyikapi kasus'penodaan agama' yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta kala itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Oleh majelis Hakim, Ahok pun divonis bersalah dan diganjar 2 tahun penjara.
Sejak kasus itu, kelompok HRS dan komponen 411 dan 212 mengganggap pemerintah Jokowi tidak adil dalam upaya penegakan hukum. Mereka mengklaim banyak ulama dan aktivis 411 dan 212 yang ditangkap dan dijadikan tersangka. Sehingga, kelompok ini kemudian menggeser isu ke 'bela Islam' dan tolak kriminalisasi ulama.
Baca Juga: Pulang Kampung ke Petamburan, Pak Jokowi, Habib Rizieq Bisa Bikin Repot Loh, Jika...
Setelah peristiwa demi peristiwa yang telah berlangsung itu, HRS kemudian memutuskan pergi ke Arab Saudi. Belum diketahui secara pasti apa yang melatarbelakangi HRS harus meninggalkan Indonesia. Banyak pihak yang beranggapan, HRS memutuskan pergi ke Arab Saudi karena berbagai laporan hukum yang diterimanya. Bahkan, sebelum meninggalkan Indonesia, HRS diduga telah menerima panggilan dari pihak berwajib untuk beberapa kasusnya, termasuk kasus dugaan berbau pornografi yang dilaporkan masyarakat.
Dari catatan Indonesia Police Watch (IPW), setidaknya ada sembilan kasus yang membelit HRS. Tapi hanya satu kasus yang menjeratnya sebagai tersangka, yaitu penodaan terhadap simbol negara, Pancasila, yang diproses Polda Jawa Barat.
"Selebihnya deretan pengaduan publik kepada kepolisian atas dugaan ujaran kebencian yang dilakukan Rizieq," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane.
Neta juga mengatakan, pemerintah tidak khawatir dengan kehadiran HRS di Tanah Air. Sebaliknya, pemerintah wajib melindungi semua warga negara tanpa terkecuali, HRS. Namun begitu, proses hukum terhadap setiap warga negara harus diselesaikan dan dituntaskan agar menjadi jelas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: