Korindo menegaskan bahwa pada 2015, perusahaan telah melakukan pembayaran pelepasan hak atas tanah ulayat kepada 10 marga seluas 16.000 hektare di areal PT Tunas Sawa Erma Blok E sesuai dengan perjanjian dan jumlah yang telah disepakati bersama, termasuk dengan Petrus Kinggo.
Pernyataan tersebut mereupakan respons ata pemberitaan bertajuk Papua: Investigasi Ungkap Perusahaan Korsel 'Sengaja' Membakar Lahan untuk Perluasan Lahan Sawit oleh BBC Indonesia pada 12 November 2020.
Meskipun Petrus Kinggo dan semua marga lainnya telah menerima pembayaran kompensasi pelepasan lahan, namun, Korindo mengklaim bahwa pada faktanya hingga saat ini perusahaan belum pernah membuka lahan di seluruh areal tersebut.
Baca Juga: PLN & Pertamina Inisiasi Bentuk Indonesia Energy and Electricity Institute
"Sehingga dapat dipastikan tidak ada hak atas tanah masyarakat yang dilanggar oleh perusahaan," Yulian Mohammad Riza, Public Relations Manager of Korindo Group, dalam rilisnya yang diterima Jumat (13/11/2020).
Informasi yang diragukan lainnya, lanjut Yulian, berasal dari Elisabeth Ndiwaen yang bukan merupakan perwakilan marga yang berada di PT Dongin Prabhawa karena yang bersangkutan lahir dan dibesarkan di Kota Merauke yang jaraknya jauh sekitar 400 km (jalan darat dan sungai) dari lokasi perkebunan.
Merespons aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan perubahan, pembangunan, dan kesejahteraan hidup, maka sejak awal perusahaan dan masyarakat bersama-sama menjalin komunikasi yang baik dan membuat kesepakatan, seperti kesepakatan pembayaran hak ulayat kepada 8 marga di 2011.
"Dilanjutkan dengan kesepakatan program pembinaan masyarakat, serta dicapainya kesepakatan pembayaran dana pengembangan kampung sebesar Rp 30 miliar pada 2012. Hingga saat ini perusahaan terus merealisasikan kesepakatan-kesepakatan tersebut," klaimnya.
Namun, sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi, perusahaan akan melakukan investigasi terhadap kedua isu di atas secara mendalam dan melibatkan para pihak terkait. Proses investigasi ini dimasukkan kedalam Sistem Penanganan Keluhan (Grievance System) Korindo.
"Terkait dengan tuduhan pembakaran hutan dalam periode 2011-2016, perlu kami jelaskan kembali pernyataan The Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017. Hasil simpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar," papar Yulian.
Temuan FSC tersebut, menurutnya, memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pembukaan lahan dilakukan secara mekanis dan tanpa bakar.
Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 yang menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation dan telah memeroleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
"Dapat disimpulkan bahwa isu yang tercantum dalam berita terkait, tidak benar adanya. Korindo Group selalu mengutamakan transparansi, kebijakan yang mendukung masyarakat, dan selalu patuh akan hukum yang berlaku di Republik Indonesia," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: