Dampak Pandemi Covid-19 akhirnya membawa perekonomian Indonesia ke jurang resesi. Pertumbuhan ekonomi di triwulan II (-5,32 persen, yoy) dan triwulan III (-3,49 persen, yoy) secara berturut-turut berada di zona negatif.
Sedikit membaiknya pertumbuhan ekonomi di triwulan III dibanding triwulan II-2020 memberikan sinyal bahwa pemulihan ekonomi sedang berjalan. Namun, seiring pandemi yang belum mampu teratasi, sepertinya jalan pemulihan ekonomi 2021 bukanlah jalan yang halus-mulus sehingga perekonomian bisa melaju kencang tanpa hambatan. Bagaimana lajut pertumbuhan ekonomi di tahun depan?
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan ekonomi Imdonesia akan tumbuh 3 persen di tahun depan. Proyeksi ini lebih rendah dari proyeksi pemerintah dalam APBN 2021 yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2021 sebesar 5 persen.
Baca Juga: Pemulihan Pascapandemi: Kebangkitan Ekonomi Indonesia
“Pertumbuhan ekonomi kita di 2020 sekitar minus 1,35 dan di 2021 itu 3 persen. Secara kelembagaan kami memproyeksikan tahun 2021 sebesar 3 persen," ujar Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia bertajuk Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi di Jakarta, Senin (23/11/2020).
Dia mengungkapkan ada beberapa hal yang membuat Indef memproyeksikan ekonomi hanya tumbuh 3 persen di 2021. Pertama, efektivitas penyerapan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pada tahun ini masih belum maksimal.
Kedua, program perlindungan sosial belum dapat menggerakan permintaan domestik. Apalagi jumlah bantuan perlindungan sosial berkurang separuh di tahun depan.
"Belanja kelas menengah masih belum meningkat ketika Pandemi Covid—19 belum mereda. Dan laju kredit perbankan sebagai sumber utama likuiditas perekonomian masih akan tertekan, sehingga pemulihan ekonomi secara keseluruhan juga akan berjalan pelan," ujarnya.
Untuk pertumbuhan kredit perbankan, Tauhid memperkirakan akan tumbuh hanya sekitar 5 sampai 6 persen saja. Padahal, dalam kondisi normal pertumbuhan kredit perbankan biasanya sebesar 9 sampai 10 persen.
Lebih lanjut, katanya, upaya melakukan ekspansi moneter melalui penurunan bunga acuan juga mengalami keterbatasan seiring menjaga stabilitas kurs juga bagian penting dalam pemulihan ekonomi.
"Ketersediaan vaksin masih terbatas. Sungguh pun vaksin sudah tersedia hingga 70 persen dari populasi, tentunya proses distribusi dan vaksinasi akan memerlukan waktu dan selama proses tersebut pembatasan aktivitas dan protokol kesehatan masih akan berlanjut," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman