Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Vaksin Oxford 90% Efektif, Apa Kabar Sinovac China yang Dipesan Indonesia?

        Vaksin Oxford 90% Efektif, Apa Kabar Sinovac China yang Dipesan Indonesia? Kredit Foto: Antara/REUTERS/Thomas Peter
        Warta Ekonomi, London -

        Hasil uji coba dalam skala besar mencatat vaksin virus corona (Covid-19) yang dikembangkan Universitas Oxford sangat efektif cegah gejala Covid-19.

        Melansir BBC News Indonesia, data awal menunjukkan vaksin itu dapat memberikan perlindungan 70%. Namun, para peneliti mengatakan perlindungan sebesar 90% dapat diraih dengan mengubah dosis.

        Baca Juga: Inggris dan AstraZeneca Pede Bisa Lakukan Vaksin Sebelum Natal, Caranya?

        Hasil ini dianggap sebagai kemajuan penting, setelah vaksin Pfizer dan Moderna menunjukkan perlindungan 95%.

        Namun, vaksin buatan tim Universitas Oxford—yang dikembangkan bersama perusahaan farmasi AstraZeneca—jauh lebih murah, serta lebih mudah disimpan dan dibawa ke setiap sudut dunia daripada kedua vaksin tersebut.

        Vaksin Universitas Oxford masih akan memainkan peran penting dalam menangani pandemi, jika diberi izin oleh pihak berwenang.

        Para peneliti Oxford melakukan proses pengembangan vaksin yang biasanya berlangsung selama satu dekade dalam waktu sekitar 10 bulan.

        "Pengumuman hari ini membawa kita selangkah lebih maju lagi untuk penggunaan vaksin gua mengakhiri kehancuran akibat (virus ini)," kata Profesor Sarah Gilbert, peneliti vaksin, melansir BBC News Indonesia, Selasa (24/11/2020).

        Pemerintah Inggris telah memesan 100 juta dosis vaksin Oxford, yang akan cukup untuk mengimunisasi 50 juta orang.

        Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan kepada BBC Breakfast, kehidupan sehari-hari di Inggris akan menjadi "sesuatu yang mendekati normal" pada pertengahan tahun depan, tetapi "sampai kami dapat meluncurkan vaksin itu, kita semua perlu saling berjaga-jaga."

        Apa yang ditemukan selama proses uji klinis?

        Ada lebih dari 20.000 sukarelawan yang terlibat, setengah dari kelompok itu di Inggris dan sisanya di Brasil.

        Tercatat 30 kasus Covid-19 pada orang yang menerima dua dosis vaksin, dan 101 kasus pada kelompok yang mendapat suntikan hampa.

        Para peneliti mengatakan data tersebut menunjukkan tingkat perlindungan sebesar 70%.

        Ketika relawan diberi dua dosis "tinggi", perlindungannya adalah 62%, tetapi ini meningkat menjadi 90% ketika orang diberi dosis "rendah" diikuti dengan yang tinggi. Tidak jelas mengapa ada perbedaan.

        "Kami sangat senang dengan hasil ini," kata Profesor Andrew Pollard, peneliti utama uji klinis tersebut, kepada BBC.

        Ia mengatakan 90% data keefektifan ini "menarik" dan berarti "kami akan memiliki lebih banyak dosis untuk didistribusikan."

        Ada juga tingkat infeksi tanpa gejala yang lebih rendah pada kelompok yang menerima dosis rendah diikuti oleh dosis tinggi yang "berarti kita mungkin dapat menghentikan virus dari menyebar," kata Pollard.

        Apakah hasilnya mengecewakan?

        Setelah Pfizer dan Moderna sama-sama memproduksi vaksin yang memberikan perlindungan 95% dari Covid-19, angka 70% relatif mengecewakan.

        Namun, apa pun di atas 50% akan dianggap sebagai kemenangan sebulan yang lalu.

        Vaksin ini juga dapat disimpan pada suhu lemari es, yang berarti dapat didistribusikan ke seluruh penjuru dunia, tidak seperti vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna yang perlu disimpan pada suhu yang jauh lebih dingin.

        Mitra manufaktur Oxford, AstraZeneca, sedang mempersiapkan untuk membuat tiga miliar dosis.

        'Ditoleransi dengan baik pada orang-orang usia lanjut'

        Vaksin AstraZeneca yang dikembangkan Universitas Oxford itu menunjukkan respons kekebalan yang kuat pada orang-orang berusia 60-an dan 70-an tahun. Hal ini memunculkan harapan vaksin tersebut dapat melindungi masyarakat pada kelompok usia paling rentan terjangkit Covid-19.

        Dalam makalah yang diterbitkan jurnal The Lancet, riset pada 560 relawan dewasa yang sehat memperlihatkan hasil "menggembirakan".

        Mereka juga menguji apakah vaksin tersebut menghentikan perkembangan Covid-19 pada uji klinis fase tiga.

        Karena sistem kekebalan orang-orang berusia lanjut lebih lemah, vaksin biasanya tidak berfungsi seefektif pada kaum muda.

        Namun, uji klinis menunjukkan vaksin buatan tim Universitas Oxford itu direspons kelompok usia 56-69 tahun serta di atas 70 tahun, sebagaimana terjadi pada kelompok usia 18-55 tahun.

        Dr Maheshi Ramasamy, selaku penyelidik dari tim vaksin Universitas Oxford mengatakan: "Kami puas melihat vaksin kami tidak hanya ditoleransi dengan baik pada orang-orang usia lanjut, tapi juga menstimulasi respons yang sama pada relawan muda.

        "Langkah selanjutnya akan dilihat apakah ini berarti [vaksin] melindungi dari penyakit itu sendiri."

        Sebelumnya, vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Pfizer, dan mitra mereka dari Jerman, BioNTech, diklaim 94% efektif melindungi orang-orang berusia 65 tahun ke atas dari infeksi Covid-19.

        Data lanjutan yang dirilis dari uji coba fase tiga mereka menunjukkan bahwa vaksin itu bekerja dengan baik pada orang-orang dari segala usia dan etnis.

        Perusahaan mengatakan mereka sekarang akan mengajukan izin penggunaan darurat vaksin di AS.

        Uji coba tersebut melibatkan 41.000 orang di seluruh dunia. Setengah diberi vaksin, dan setengah lagi diberi plasebo.

        Ini diikuti oleh data tentang vaksin yang dibuat oleh perusahaan AS Moderna yang menunjukkan perlindungan hampir 95% dan hasil yang sama menjanjikan dari uji coba lain yang dikembangkan di Rusia, yang disebut Sputnik.

        Walau belum diuji secara independen, temuan-temuan itu dianggap lebih maju ketimbang pengembangan vaksin lain di negara-negara lain, termasuk yang sedang dilakukan Indonesia.

        "Meyakinkan"

        Data yang dirilis Rabu (18/11/2020) oleh Pfizer dan BioNTech, menunjukkan bahwa vaksin tersebut 95% efektif berdasarkan 170 kasus Covid-19 yang berkembang pada relawan.

        Delapan orang di antara kelompok yang diberi vaksin, menunjukkan bahwa vaksin itu menawarkan perlindungan yang baik. Kasus lainnya berada di kelompok plasebo yang diberi suntikan hampa.

        Vaksin itu diklaim bekerja dengan baik pada orang lanjut usia, yang paling berisiko terkena virus dan memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah, dan demikian halnya pada orang yang lebih muda.

        Para ilmuwan mengatakan data tersebut merupakan berita yang menggembirakan, dengan Prof Trudie Lang dari Universitas Oxford menggambarkannya sebagai "situasi yang luar biasa dan sangat meyakinkan".

        "Peralihan dari mengidentifikasi virus baru hingga memiliki beberapa vaksin dan sampai pada titik mengajukan persetujuan regulasi adalah tonggak sejarah yang luar biasa bagi sains," katanya.

        Meskipun data uji coba lengkap belum dipublikasikan, perusahaan mengatakan tidak ada masalah keamanan yang serius.

        Tetapi mereka memperhatikan munculnya sakit kepala dan kelelahan pada sekitar 2% dari relawan yang diberi vaksin, meskipun orang lanjut usia tampaknya mengalami efek samping yang minimal.

        Ada juga bukti bahwa vaksin melindungi dari infeksi Covid-19 yang parah - tetapi ini hanya berdasarkan 10 kasus.

        Masih belum jelas berapa lama perlindungan dari vaksin bertahan dan apakah itu menghentikan orang menularkan virus.

        Dalam uji coba, 42% dari partisipan berasal dari latar belakang etnis yang beragam dan 41% berusia antara 56 dan 85 tahun.

        Bagaimana dengan vaksin yang dipesan dan dikembangkan Indonesia?

        Di Indonesia, belum ada temuan seberapa ampuh vaksin Sinovac yang dipesan dari perusahaan asal China. Uji klinisnya baru akan selesai April 2021.

        Adapun vaksin Merah Putih yang dikembangkan enam lembaga sains lokal masih di skala laboratorium.

        Lantas apa makna capaian AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech bagi kebijakan pengadaan vaksin Covid-19 oleh pemerintah Indonesia?

        Hasil inovasi vaksin untuk mengatasi Covid-19 kini diperebutkan oleh berbagai negara, kata virolog sekaligus analis kebijakan publik, Sidrotun Naim.

        Karena sejak awal tidak bekerja sama dengan Pfizer, dia menyebut Indonesia berpeluang kecil membeli vaksin yang tingkat efikasi atau khasiatnya mencegah Covid-19 diklaim mencapai 90% itu.

        Sidrotun menilai, pemerintah mesti tetap berfokus pada uji klinis vaksin Sinovac dan pengembangan vaksin Merah Putih.

        "Pfizer tahun ini hanya bisa produksi 50 juta dosis vaksin atau untuk 25 juta orang. Artinya kita tidak akan kebagian. Kalau kita tiba-tiba mau buat perjanjian dengan Pfizer, harganya pun pasti berbeda," kata Sidrotun via telepon, Selasa (10/11/2020).

        "Kapasitas produksi Pfizer tahun 2021 diklaim bisa 1,3 miliar dosis, artinya untuk 650 juta orang. Inggris sudah pesan 30 juta dosis dan seluruh dunia rebutan.

        "Uji klinis Sinovac kalau mendesak dan perlu emergency use authorization bisa dipercepat, tergantung BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Kalau aman dan efikasi tinggi, bisa segera diproduksi Bio Farma," ujarnya.

        Seberapa ampuh vaksin yang dipesan Indonesia?

        Indonesia memiliki komitmen pembelian vaksin jadi dari tiga produsen asal China, yakni Cansino, G42/Sinopharm, dan Sinovac.

        Khusus Sinovac, uji klinisnya masih berlangsung di Bandung, Jawa Barat.

        Brasil sempat menggelar uji klinis Sinovac, tapi pada Oktober lalu, Presiden Jair Bolsonaro memutuskan untuk tidak membeli vaksin tersebut.

        Sidrotun menyebut keputusan Brasil membatalkan pembelian Sinovac itu tak lepas dari unsur politik.

        Hingga saat ini, belum ada pengumuman seberapa tinggi tingkat efikasi Sinovac. Namun merujuk pengembangan vaksin sebelumnya, Sidrotun menyebut efikasi tidak mesti mendekati 100%.

        "Selama ini 50-60% dianggap cukup. Pfizer bisa 90% dengan dua dosis. Cacar air dua dosis juga 97%. Vaksin influenza 46% sudah oke karena tidak dua dosis," tuturnya.

        Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menjamin vaksin yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat aman dan sudah teruji.

        Wiku mengklaim hal itu saat mengomentari hasil jajak pendapat skala nasional lembaga survei Populi Center, bahwa 40% responden mereka tidak bersedia mengikuti vaksinasi pemerintah.

        "Vaksin merupakan virus yang dilemahkan, pada prinsipnya tidak berbahaya. Vaksin yang masuk ke tubuh akan menstimulasi imunitas tubuh," kata Wiku dalam konferensi pers virtual, Selasa (10/11/2020) petang.

        "Pemerintah pastikan vaksin ini aman digunakan manusia karena melalui tahap pra klinis dan klinis. Risiko yang ditimbulkan vaksin rendah, manfaatnya lebih tinggi," ujarnya.

        Kapan vaksin tersedia untuk masyarakat Indonesia?

        Pemerintah menargetkan akan mengimpor tiga juta dosis Sinovac. Uji klinis di Bandung terhadap vaksin itu harus berlangsung enam bulan atau selesai sekitar April mendatang.

        Terdapat opsi percepatan uji klinis, namun dikritisi sejumlah akademisi. Isunya menyoal kriteria kegentingan yang harus didasarkan pada data sahih.

        Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, menyebut pengembangan vaksin harus melalui berbagai tahap. Prinsip utama yang dikedepankan, kata dia, adalah keamanan terhadap keselamatan orang-orang yang menerimanya.

        "Keinginan kita tentu agar vaksin segera tersedia, tapi di atas itu semua ada faktor yang paling penting, yaitu safety. Jadi BPOM dan badan serupa di setiap negara akan mengkaji uji klinis fase ketiga," ujar Amin via telepon.

        "Kalau dianggap sudah aman, mereka akan mengeluarkan emergency use authorization. Untuk menerbitkan itu, butuh data yang sangat lengkap, tidak begitu saja bisa diberikan," tuturnya.

        'Vaksin Merah Putih masih butuh lebih dari setahun'

        Eijkman adalah satu dari enam lembaga yang ditugaskan pemerintah untuk mengembangkan vaksin Merah Putih.

        Dikerjakan dari Maret lalu, Amin berkata proses pengembangan vaksin itu kini mencapai sekitar 50% dalam skala laboratorium.

        Eijkman diberi tenggat 12 bulan untuk menyerahkan bibit vaksin Covid-19 ke perusahaan farmasi milik negara, Bio Farma.

        "Setelah itu akan dilanjutkan Bio Farma untuk proses uji klinis fase pertama sampai ketiga. Mungkin sekitar awal tahun 2022 baru tersedia bagi masyarakat," kata Amin.

        Bagaimanapun, menurut Sidrotun, pengembangan vaksin Merah Putih akan menjadi pencapaian ilmu pengetahuan Indonesia karena dikerjakan secara kilat.

        "Ini pekerjaan yang sangat tidak mudah. Kerja mati-matian. Biasanya skala laboratorium butuh 3 sampai 5 tahun untuk riset, sekarang diminta 12 bulan. Lalu masuk uji hewan, uji klinis, dan masuk ke Bio Farma," tuturnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: