Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Survei Kemenaker: 88% Usaha Terkena Dampak Pandemi

        Survei Kemenaker: 88% Usaha Terkena Dampak Pandemi Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Survei Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan sebanyak 88% perusahaan terdampak pandemi dalam operasi enam bulan terakhir. Dampak yang dirasakan perusahaan tersebut adalah mengalami kerugian usaha.

        Survei ini dilakukan melalui online, termasuk melalui telepon dan email terhadap 1.105 perusahaan yang dipilih secara probability sampling sebesar 95% dan margin of error (MoE) sebesar 3,1% pada 32 provinsi di lndonesia.

        "Kerugian tersebut umumnya disebabkan penjualan menurun sehingga produksi harus dikurangi," kata Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono di Jakarta, Selasa (24/11/2020).

        Baca Juga: Pemerintah Raup Rp10 Triliun dari Lelang Sukuk

        Hasil survei menunjukkan ada penurunan permintaan, produksi, hingga keuntungan. Pada umumnya terjadi pada perusahaan UMKM, yaitu di atas 90%. Perusahaan yang terdampak terbesar, yakni penyediaan akomodasi makan dan minum, real estat, dan konstruksi.

        Dari survei itu sebagian besar perusahaan tetap mempekerjakan pekerjanya. Hanya terdapat 17,8% perusahaan yang memberlakukan pemutusan hubungan kerja. Sementara 25,6% perusahaan yang merumahkan pekerjanya dan 10% yang melakukan keduanya.

        "Respons perusahaan ini dikarenakan hal tersebut satu-satunya jalan untuk efisiensi di tengah masa pandemi," tambahnya.

        Bambang menambahkan setelah pandemi, keterampilan teknologi paling dibutuhkan, antara lain terkait penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, dan penguasaan teknologi industri untuk diversifikasi produk. Implikasinya, baik bagi pihak pemerintah dan swasta perlu menyediakan pendidikan dan keterampilan yang sarat dengan penguasaan teknologi.

        "Implikasi setelah masa pandemi mengisyaratkan bahwa work from home/teleworking menjadi pilihan utama bagi perusahaan sehingga menjadi lebih fleksibel meskipun efesiensi jumlah tenaga kerja dan pengurangan upah menjadi tidak bisa dihindarkan," ucapnya.

        Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menilai di tengah pandemi, sebagian besar perusahaan masih beroperasi, tetapi dari sebagian besar perusahaan tersebut mengurangi jam kerja dan menerapkan work from home.

        Baca Juga: Akankah Calon Menteri Keuangan Biden Dukung Cryptocurrency?

        Menurut Tauhid, implikasi ke depan bagi ekonomi dengan situasi pandemi membuat kondisi perekonomian akan berdampak cukup besar bahwa dengan permintaan, sebagian orang akan bekerja dari rumah.

        "Permintaan barang dan jasa sedikit agak mengalami perubahan, ekonomi juga akan berubah mengikuti pola kerja yang selama ini ada, dan juga akan terus berkembang dengan apa yang flexible working arrangement yang saya kira akan menjadi tuntutan ke depan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: