Berawal dari tanaman hias yang hanya ditanam di pinggir jalan dan taman kota, kelapa sawit tumbuh dan berkembang menjadi sektor perkebunan yang berkontribusi besar bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
Data mencatat, sepanjang 2019 lalu, kelapa sawit mampu memberikan sumbangan terhadap nilai ekspor non-migas hingga mencapai US$20,5 miliar (atau sekitar Rp290 triliun). Diperkirakan, di tengah situasi pandemi Covid-19, nilai ekspor kelapa sawit pada tahun ini tidak akan jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun mengatakan, "sejak delapan tahun terakhir, industri kelapa sawit menjadi penyumbang devisa dan tenaga kerja. Sehingga, eksistensinya perlu dijaga. Meskipun masih ada banyak perbaikan terkait dengan sistem pengelolaan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan."
Baca Juga: Sukses Tumpang Sari Sorgum di Lahan Replanting Sawit
Menurut Derom, di tengah tantangan internal maupun eksternal yang masih menjadi persoalan seperti ketidakpastian berusaha akibat ego sektoral dan tantangan operasional dalam budi daya, industri sawit terus berkembang. Buktinya, industri perkebunan kelapa sawit telah melahirkan berbagai terobosan dan inovasi, baik di tradisional seperti refine and unmodified oil, energi, hingga oleochemical.
Lebih lanjut Derom mengemukakan, industri kelapa sawit tidak hanya bertumpu pada sistem hulu saja, tetapi juga mengembangkan potensi hilir yang terkait di bidang energi. Salah satu terobosan yang kini menjadi perhatian yakni terciptanya Katalis Merah Putih.
"Katalis Merah Putih perubah sawit menjadi biohidrokarbon dapat menjadi asupan Kilang Biohidrokarbon untuk menghasilkan Diesel Bio H dan juga Bensin Bio H," ujar Derom.
Selain itu, sejumlah industri kelapa sawit telah mengembangkan produk minyak sawit spesifikasi baru yang disebut Industrial Vegetable Oil (IVO). Sedangkan, biodiesel yang mulai dikembangkan pada 2006 dengan bauran B5 juga mengalami peningkatan yang signifikan.
"Dengan meningkatnya kualitas Fatty Acid Methyl Ester (FAME), kini kita sudah bisa dengan bauran B30," kata Derom.
Baca Juga: Sawit Berkontribusi Besar, Namun Masih Dituding yang Tidak Benar
Meskipun demikian, industri kelapa sawit masih akan menghadapi tantangan yang berat dan bervariasi. Tidak hanya menyangkut masalah lingkungan, tetapi juga mutu sawit untuk makanan yakni kontaminasi 3-MCPD yang ditetapkan oleh Uni Eropa sebesar 2,5 ppm harus diselesaikan dengan riset yang mendalam dan juga teknologi yang canggih.
"Walaupun tantangan berat saya yakin, dengan penelitian yang didukung oleh BPDPKS dan kemampuan perusahaan untuk menerapkan teknologi canggih semua itu dapat kita atasi untuk tetap menjaga agar industri kelapa sawit masa depan tetap jaya," papar Derom.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: