Tidak ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) berbentuk subsidi gaji pada 2021, menurut Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah. Mengapa?
Kabarnya, BLT subsidi gaji tak termasuk dalam APBN tahun 2021. Lebih lanjutnya, berikut ini fakta-fakta mengenai BLT subsidi gaji dan nasib para pekerja:
1. Tidak Dianggarkan APBN 2021
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui bahwa dana bantuan subsidi upah (BSU) atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi gaji tahun ini tidak ada alokasinya dalam APBN 2021.
Baca Juga: Innalillahi, Mertua Anas Urbaningrum Tutup Usia
Baca Juga: Soal Hoaks Jakarta Lockdown 12 Februari, Polisi Akan ....
"Sementara, memang di APBN 2021 BSU tidak dialokasikan. Nanti dilihat bagaimana kondisi ekonomi berikutnya, " ujarnya di Medan, beberapa waktu lalu.
2. Dialihkan ke Bantuan Lain
BLT subsidi gaji tak lagi dilanjutkan pada 2021. Di mana sebelumnya pekerja dengan upah di bawah Rp5 juta mendapat BLT subsidi gaji sebesar Rp2,4 juta.
"Di APBN 2021 tidak dianggarkan," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari kepada Okezone.
Dia menjelaskan, pertimbangan tidak meneruskan program BLT subsidi gaji karena pemerintah sudah menganggarkan dana untuk bantuan lainnya.
Selain itu, pemerintah juga optimis kalau tahun ini ekonomi Indonesia perlahan sudah mulai pulih dari hantaman krisis. Kini yang diperkuat adalah pemberian bantuan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Pemerintah kan juga memberikan dukungan untuk subsidi bunga, penempatan dana, dan lain lain sehingga harapannya usaha mereka bisa berjalan lagi dan membaik, begitu juga karyawannya. Pemerintah juga punya program perlindungan sosial. Itu kami perkuat tapi untuk bottom 40%, seperti BLT kartu sembako, BLT desa masih ada," katanya.
3. Mengandalkan Kartu Prakerja
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan tidak ada rencana pengadaan Bantuan Subsidi Upah (BSU) pada 2021, pemerintah akan mengandalkan program Kartu Prakerja untuk memberikan insentif bagi pekerja terdampak pandemi COVID-19.
"Kita tidak menggunakan skema subsidi upah, tapi program Kartu Prakerja yang di situ ada insentifnya tetap dilanjutkan," kata Menaker.
Dia menegaskan bahwa di dalam Kartu Prakerja telah ada komponen insentif, selain dana untuk meningkatkan kompetensi bagi yang berhasil menjadi peserta.
Kartu Prakerja adalah program pemerintah untuk pelatihan dan pengembangan keahlian masyarakat. Namun, selama pandemi COVID-19 pemerintah melakukan perubahan agar terdapat komponen bantuan insentif bagi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau angkatan kerja baru.
4. Penyetopan BLT Subsidi Gaji Keliru
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengaku akan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pelaksanaan program tersebut kembali dilanjutkan.
"Segera akan mengirim surat ke presiden," ujarnya kepada Okezone, kemarin.
Menurut dia, keputusan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyetop BLT subsidi gaji adalah hal yang keliru. Sebab, mestinya itu tetap dilaksanakan dan penerimanya juga ditambah dari sebelumnya yang hanya 12,4 juta.
5. Ledakan PHK Bisa Terus Berlanjut
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal keputusan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyetop BLT subsidi gaji adalah hal yang keliru. Sebab, mestinya itu tetap dilaksanakan dan penerimanya juga ditambah dari sebelumnya yang hanya 12,4 juta.
"Dan upayakan diperluas kepesertaan penerima BLT subsidi gaji tersebut, misal menjadi 30 juta buruh penerima BLT," ujarnya.
Dia menilai, ledakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai masih akan terus berlanjut. Oleh sebab itu, diperlukan adanya keterlibatan pemerintah agar mereka tetap bisa bertahan hidup.
"Ke depan ledakan PHK jutaan buruh akan terjadi di semua sektor industri termasuk industri baja dan semen, dengan adanya BLT subsidi upah akan menjadi penyangga buruh dan keluarganya bertahan hidup," ujarnya.
6. Gelombang PHK akan Muncul
Keputusan pemerintah memberhentikan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi gaji atau BSU kepada pekerja dengan upah di bawah Rp5 juta dinilai sebagai sesuatu yang keliru. Hal ini akan berdampak berupa terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai.
"Kalau pekerja tidak dibantu maka besar kemungkinan perusahaan terus lakukan PHK," kata Ekonom Indef Bhima Yudhistira kepada Okezone, Selas.
Menurut dia, pemerintah itu seharusnya tak menyetop bantuan tersebut. Pasalnya, kini tingkat pengangguran masih meningkat dan serapan tenaga kerja juga masih terlalu kecil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: