Angka Kepuasan Publik Presiden Jokowi Turun, Istana Tak Ambil Pusing Sebab Masih Jadi Dambaan Rakyat
Kepuasan rakyat terhadap Presiden Jokowi sedang turun. Orang Istana menerima kenyataan pahit itu. Tapi, orang Istana tidak panik. Sebab, mayoritas rakyat masih mendambakan Jokowi.
Turunnya kepuasan publik terhadap Jokowi itu tergambar dari hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI), yang dirilis Senin (8/2). Kepuasan publik ke Jokowi ada di angka 62 persen. Melorot 6,3 persen dari hasil survei September 2020, yang masih 68,3 persen.
Baca Juga: Ernest Ingatkan Jokowi Tertibkan 'Relawan', Netizen: Buzzer Koh...
"Ini titik terendah tingkat kepuasan terhadap Pak Jokowi. Bahkan sejak Juni 2016," kata Direktur Eksekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi, dalam konferensi pers, Senin (8/2/2021).
Bagaimana Istana menanggapi survei ini? Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman memandang, tingkat kepuasan dalam survei itu tidak terkait langsung dengan Jokowi. Akan tetapi berkaitan dengan isu revisi UU Pemilu di DPR.
"Tadi malam (kemarin malam), di KompasTV, kata peneliti Indikator Politik, begitu," kata Fadjroel, saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.
Fadjroel mengungkapkan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi masih cukup tinggi. Dengan kata lain, Jokowi masih sangat didambakan.
Memang, dalam survei IPI, tingkat kepercayaan publik terhadap Jokowi masih ada di angka 82 persen. Jokowi ada di posisi dua, di bawah TNI yang memiliki tingkat kepercayaan 89,9 persen.
Menurut Fadjroel, tingkat kepercayaan yang masih tinggi ini punya arti yang sangat penting bagi Jokowi dalam menghadapi masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19. "Ini modal sosial yang sangat besar menghadapi pandemi, memulihkan ekonomi, dan mengarusutamakan toleransi," tambahnya.
Parpol-parpol koalisi juga tidak khawatir dengan turunnya kepuasan publik terhadap Jokowi. Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid menyebut, hasil survei IPI justru bisa menjadi pelecut untuk bekerja lebih keras lagi. "Sekaligus jadi bahan evaluasi kebijakan, termasuk kinerja menteri," kata Wakil Ketua MPR ini, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Menurut Jazilul, kondisi saat ini tidak mudah. Ia mengibaratkan, Indonesia saat ini seperti peribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga”. Krisis kesehatan dan ekonomi yang datang berbarengan belum tertangani dengan baik. Di saat yang sama, berbagai bencana melanda di sejumlah daerah.
Untuk mengatasi masalah ini, kata dia, tidak cukup hanya mengandalkan usaha. Tapi juga harus dengan doa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. “Sebagai negara yang berketuhanan, kami serukan taubat nasional dan introspeksi atas berbagai kesalahan kita," ajaknya.
Dari pihak oposisi, turunnya kepuasan publik terhadap Jokowi juga tidak jadi bahan ledekan. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera justru berharap, hasil itu mendorong Pemerintah bisa bekerja lebih baik lagi. "Ambil langkah extraordinary, berani melakukan pembenahan fundamental dan betul-betul awasi para menteri," sarannya, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.
Mardani berharap, Jokowi tidak membiarkan ada menteri yang berkerja tidak optimal. Sebab, jika kinerja menteri kurang oke, Jokowi sendiri yang akan memikul akibatnya. “Ke depan, Pak Jokowi harus betul-betul ikut pendekatan scientific dalam menyelesaikan persoalan. Bukan keinginan satu, dua pihak," tandasnya.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio punya pandangan lain soal survei tingkat kepuasan yang dirilis IPI. Bos Lembaga Survei KedaiKOPI itu mengaku sudah lama meninggalkan kata kepuasan dalam survei.
"Yang kami cari adalah kenyamanan. Jadi, betul juga kalau Istana santai. Bahkan, juga santai saja kalau kepercayaan turun. Karena itulah dinamika demokrasi," ujar Hensat, sapaan akrab Hendri, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.
Sementara, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, wajar tingkat kepuasan publik turun. Sebab, penanganan pandemi Corona belum maksimal. Beda dengan sebelumnya, tingkat kepuasan terdongkrak karena pembangunan infrastruktur yang marak.
"Survei itu fluktuatif, tergantung isu yang berhembus. Trennya kerap berubah sesuai isu, nguntungin Jokowi atau tidak," jelas Adi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq