Para demonstran berangsur-angsur membubarkan diri usai junta militer mengerahkan kendaraan tempur dan menambah jumlah tentara.
Walaupun demikian, tuntutan massa tetap sama, yaitu meminta militer membebaskan penasihat negara Aung San Suu Kyi yang resmi ditahan dan ditetapkan tersangka oleh kepolisian, serta meminta junta militer mengembalikan pemerintahan ke pimpinan yang terpilih secara demokratis.
Suu Kyi dijadwalkan mengikuti sidang atas kasus impor ilegal enam alat komunikasi radio walkie talkie hari ini (15/2). Namun, hakim mengatakan ia akan tetap ditahan sampai Rabu (17/2), kata pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw.
Kudeta serta penangkapan Suu Kyi, pejabat dan politisi lainnya memicu aksi protes massa terbesar yang pernah ada dalam 10 tahun terakhir. Ratusan ribu orang datang dari berbagai daerah ke jalan-jalan di kota besar menolak kudeta militer yang mengancam usaha warga mewujudkan sistem pemerintahan demokratis.
"Ini adalah perang untuk masa depan kami, masa depan negara kami," kata seorang aktivis muda, Esther Ze Naw saat ditemui tengah berunjuk rasa di Kota Yangon. Kami tidak ingin hidup di bawah kekuasaan diktator militer.
"Kami ingin ada pemerintahan federal yang nyata, pemerintahan yang memperlakukan setara seluruh warga dan kelompok etnis," ujar dia.
Rangkaian demonstrasi itu membangkitkan kembali ingatan banyak pihak tentang insiden berdarah antara kelompok oposisi yang menentang kekuasaan militer di Myanmar puluhan tahun yang lalu. Namun, kekuasaan absolut junta militer berakhir pada 2011 saat mereka mulai mengurangi peran di dunia politik.
Polisi sempat dilaporkan melepas peluru untuk membubarkan massa. Seorang demonstran yang tertembak di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, minggu lalu, kemungkinan tidak selamat. Aparat menggunakan peluru karet dan alat pelontar balistik di Kota Mandalay. Dua orang dilaporkan luka ringan, demikian kesaksian beberapa warga dan laporan berita media setempat.
Sejauh ini Pemerintah Myanmar dan militer belum dapat dihubungi untuk diminta keterangan. Tidak hanya unjuk rasa, militer juga menghadapi aksi pembangkangan sipil dari sejumlah pegawai negeri yang menyebabkan beberapa layanan publik lumpuh.
Militer pun membalas dengan mengerahkan kendaraan tempur di Kota Yangon, Sabtu, dan di Kota Myitkyina, serta Sittwe.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: