Kisah Perusahaan Raksasa: Meski Enggak Paling Tajir, BASF Jadi Taipan Kimia Nomor Wahid di Dunia
BASF SE atau dahulu dikenal sebagai Badische Anilin-und Soda-Fabrik adalah korporasi kimia multinasional asal Jerman. Ia terdaftar sebagai salah satu perusahaan raksasa peringkat ke-143 dalam Fortune Global 500 tahun 2020.
Kekayaannya, menurut Fortune, di tahun itu mencapai 70,72 miliar dolar AS. Sayangnya, capaian angka itu turun 10,2 persen dari tahun sebelumnya dengan nilai 78,79 miliar dolar.
Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Agen Kurir Deutsche Post DHL Jadi yang Paling Tajir Berkat Cuan USD70,89 M
Meski demikian, BASF sukses mendulang laba lebih dari setengah dari tahun lalu, yakni 69,7 persen di tahun 2020. Dari 5,55 miliar dolar di tahun 2019, kini mencapai 9,42 miliar dolar.
BASF memiliki total aset yang mencapai 97,59 miliar dolar, sedangkan total ekuitas sahamnya tercatat di angka 46,57 miliar dolar. Berdasar total pendapatannya, BASF mengalami penurunan peringkat cukup signifikan yakni 28 tingkat dari tahun 2019.
Sementara itu, rasio keuntungan perusahaan tercatat masih baik. Jika dihadapkan dengan pendapatannya, laba perusahaan mencapai 13,3 persen, terhadap aset mencapai 9,7 persen, dan terhadap total ekuitas pemegang sahamnya di angka 20,2 persen.
Lebih lanjut, untuk mengetahui perjalanannya, Warta Ekonomi pada Rabu (10/3/2021) akan mengulas secara ringkas kisah perusahaan rakasasa BASF dalam artikel sebagai berikut.
BASF adalah salah satu perusahaan tertua dari Jerman. Ia didirikan ole seorang ahli perhiasan bernama Friedrich Engelhorn pada 1865 sebagai pabrikan yang memproduksi bahan kimia, dan pengaruhnya dalam industri kimia dunia cukup kentara.
Produksinya yang paling terkenal adalah pewarna dari tar batu bara. Keistimewaannya adalah ungu kebiruan cerah yang umum dikenal sebagai nila. Berkat istimewanya warna BASF, banyak rakyat Jerman mengenalnya juga karena produsen pewarna sintetis yang lebih murah, lebih cerah, dan lebih mudah digunakan daripada pewarna organik.
Di awal pertumbuhannya, sekitar tahun 1910, BASF mempekerjakan lebih dari 8.000 orang. Selanjutnya di tahun 1926, angkanya bertambah menjadi 42.000, dengan luas pabrik mencapai 2.787 hektar.
Sebagai salah satu dari tiga perusahaan kimia terbesar Jerman, BASF memberikan pengaruh dari tahun 1924 hingga 1947 yang melampaui pewarna dan nilon. Ketika perusahaan tersebut bergabung dengan Bayer dan Hoechst untuk membentuk kartel kimia terbesar di dunia, BASF berperan penting dalam membantu mempersenjatai kembali Jerman secara diam-diam.
Pada 1925, para eksekutif puncak di industri kimia memutuskan bahwa duplikasi lini produk dan pemeliharaan tenaga penjualan terpisah adalah pemborosan. Akibatnya, ratusan perusahaan kimia Jerman (termasuk Bayer dan Hoechst) secara resmi bergabung dengan BASF. Perusahaan baru ini, yang berkantor pusat di Ludwigshafen, berganti nama menjadi Interessengemeinschaft Farbenindustrie, atau IG Farben.
Setelah beroperasi di bawah pengawasan Sekutu dari tahun 1947 hingga 1952, IG Farben dibagi pada tahun 1952 menjadi tiga perusahaan besar --Bayer, Hoechst, dan BASF-- dan sembilan perusahaan kecil. Setelah reorganisasi ini BASF sekali lagi menjadi perusahaan kecil yang berlokasi di situs Ludwigshafen aslinya.
Pertumbuhan BASF selama periode pascaperang sangat mengesankan. Dalam sepuluh tahun setelah pembubaran IG Farben, perseroan menambah modalnya dari 81 juta deutsche marks menjadi DM200 juta. Mempekerjakan hanya 800 pekerja pada akhir 1940-an, ia mempekerjakan 45.000 pada tahun 1963. Meskipun BASF telah kehilangan semua hak patennya pada tahun 1952, dalam sepuluh tahun BASF telah memulihkan sejumlah besar dari mereka.
Antara tahun 1957 dan 1962 penjualan tumbuh 59 persen, lebih rendah dari Bayer atau Hoechst. Namun, karena harga plastik dan pupuk stabil pada tahun 1963, penjualan perusahaan meningkat 19 persen dalam satu tahun.
BASF bersaing dengan produsen Eropa lainnya yang tidak terbebani dengan produk ini dan yang berada di negara yang lebih kaya minyak bumi. Namun demikian, penjualan perusahaan mencapai DM1 miliar selama tahun 1965.
Sementara itu, BASF, bekerja sama dengan Bayer AG, mengakuisisi perusahaan pelapis Jerman Herbol pada tahun 1968. Pada tahun 1969, tahun penting lainnya bagi perusahaan, BASF membeli Wintershall, yang memiliki setengah dari pasar kalium Jerman dan memproduksi seperempat gas alam negara. Akuisisi ini merupakan yang terbesar dalam sejarah Jerman.
Menyusul pertumbuhan BASF yang mengesankan selama tahun 1960-an, tahun 1970-an dimulai dengan lambat. Setelah banyak dorongan oleh negara bagian Carolina Selatan di AS untuk membangun pabrik pewarna dan plastik senilai 200 juta dolar di daerah miskin dekat Hilton Head. Rencana perusahaan digagalkan oleh koalisi yang tidak terduga dari agitator luar, penduduk lokal, dan bangsawan Selatan yang mengkhawatirkan kerusakan pada garis pantai Carolina yang indah.
Tahun 1990 adalah tahun yang tepat untuk pergantian dalam sejarah BASF, periode aktivitas yang ganas - restrukturisasi, akuisisi, divestasi, usaha patungan, dan belanja modal yang sangat besar, semuanya dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah BASF. Ia membukukan salah satu tahun terkuatnya pada tahun 1989, dengan penjualan sebesar DM46,16 miliar dan laba bersih setelah pajak sebesar DM20,2 miliar.
BASF, pada 1990-an menginvestasikan uangnya ke luar negeri --termasuk Jepang, Rusia, India, Malaysia, dan Korea-- Chinalah yang mengalami tingkat pengeluaran yang mencengangkan. Pabrik BASF pertama di Cina dibuka pada tahun 1992 di Nanjing, fasilitas produksi untuk resin poliester tak jenuh.
Pada 1995, perusahaan tersebut telah memberikan DM600 juta untuk berbagai usaha di China, termasuk pabrik untuk membuat pigmen, pewarna tekstil, polistiren, dan vitamin, semuanya melalui berbagai usaha patungan. Pada tahun 1996, usaha patungan lain dibentuk, yang satu ini untuk membangun fasilitas petrokimia senilai 4 miliar dolar, juga di Nanjing, yang merupakan investasi tunggal terbesar di China yang pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan kimia.
Di dekade 2000-an, BASF membeli Engelhard Corporation dengan nilai yang dilaporkan sebesar 4,8 miliar di 30 Mei 2006. Johnson Polymer diakuisisi pada 1 Juli 2006 seharga 470 juta. Juga di hari yang sama, perseroan menyelesaikan akuisisi Degussa AG senilai sekitar 2,2 miliar euro.
BASF juga telah berhasil mempertahankan catatan lingkungan yang relatif positif. Itu dipuji oleh Indeks Kepemimpinan Iklim pada tahun 2006 karena berupaya menangani masalah perubahan iklim. BASF mengalokasikan anggaran besar-besaran untuk konservasi sumber daya dan melakukan beberapa kegiatan ramah lingkungan seperti pemasangan instalasi pengolahan air limbah dan penelitian akademis. BASF terus menghasilkan sejumlah keuntungan yang sehat.
Melanjutkan tren sebelumnya, pada tanggal 19 Desember 2008, BASF menyelesaikan lagi akuisisi Whitmire Micro-Gen. Bisnis BASF dilakukan melalui segmen pasar Kimia, Produk Pertanian, Plastik, Solusi Fungsional, Produk Kinerja, dan Minyak & Gas.
Lebih lanjut, perusahaan menghasilkan 73,97 miliar euro sebagai pendapatan pada tahun 2014 dengan total laba 4,84 miliar euro. Pada 2013, organisasi memiliki total aset senilai 64,38 miliar euro dan 1.12.206 karyawan.
Sebagai perusahaan terkaya, di tahun fiskal 2017, BASF melaporkan pendapatan sebesar 6,1 miliar euro, dengan pendapatan tahunan sebesar 64,5 miliar euro, meningkat 12 persen dibandingkan siklus fiskal sebelumnya. Saham BASF diperdagangkan dengan harga lebih dari 69 euro per saham, dan kapitalisasi pasarnya bernilai 63,7 miliar euro pada November 2018.
Sementara itu, bulan Oktober 2019, BASF melaporkan penurunan pendapatan operasional untuk Juli hingga September sebesar 24 persen, bersama dengan penurunan pendapatan EBIT sebesar 1,1 miliar euro (1,2 miliar dolar). Perang perdagangan AS-China serta ketidakpastian yang terkait dengan Brexit diidentifikasi sebagai faktor penyebab. Namun, keuntungan kuartal ketiga secara keseluruhan mengalahkan ekspektasi karena akuisisi bisnis agrokimia dan benih Bayer AG membantu mengimbangi beberapa efek perang perdagangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: