Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai penerbitan Surat Keputusan penonaktifan 75 pegawai lembaga antirasuah keliru. Dia menila, SK nonjob oleh Ketua KPK bertentangan dengan pernyataan ketua maupun pimpinan KPK sebelumnya.
"Ada inkonsistensi antara pernyataan dengan sikap karena tidak memecat tapi menonjobkan," kata Bambang Widjojanto dalam keterangan, Rabu (12/5).
Baca Juga: Pegawai KPK Penerima Satyalancana Wira Karya dari Jokowi Masuk dalam 75 Orang yang Dinonaktifkan
Dia mengatakan, kebijakan itu menandakan adanya indikasi tidak solidnya sikap seluruh pimpinan KPK. Tindakan yang tidak konsisten sudah dapat dikualifikasi sebagai pembohongan publik dan hal ini indikasi dari tindakan kriminal.
Dia mengatakan, SK nonjob adalah kebijakan yang mengandung tindakan sanksi atau vonis. Hal ini dinilainya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mensyaratkan tidak boleh ada tindakan yang merugikan insan KPK.
Menurut Bambang, kebijakan berupa tindakan nonjob ini menjadi sangat fatal sekali. Karena, sambung dia, hak keperdataan dan publik pegawai KPK telah secara sengaja dimatikan. Hukuman yang sangat menyakitkan bagi profesional dan punya integritas sehingga layak disebut sebagai pembunuhan karakter. "Tindakan ini dapet disebut sebagai pelanggaran HAM," katanya.
Bambang melanjutkan, tindakan itu juga melanggar prinsip penting di dalam asas UU KPK, yaitu akuntabilitas, kepastian hukum, dan kepentingan umum. Oleh karena itu pembuat kebijakan juga harus dikualifikasi telah melakukan pelanggaran etik dan perilaku kelembagaan.
Seluruh tindakan dari Ketua KPK yang juga dibiarkan oleh Pimpinan KPK, ungkap Bambang, harus dilihat dan disimpulkan sebagi indikator ketidakmampuan ketua untuk memimpin KPK. "Dalam periode kepemimpinannya dan dibiarkan terus akan menghacurkan reputasi dan kehormatan KPK," katanya.
Surat keputusan pimpinan KPK soal penonaktifan 75 pegawai itu dibuat tertanggal 7 Mei 2021 dengan Nomor 652 Tahun 2021. Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri membantah terkait penonaktifan tersebut. Menurut Ali Fikri, pelaksanaan tugas pegawai yang bersangkutan selanjutnya berdasarkan atas arahan atasan langsung yang ditunjuk.
Dia berdalih bahwa hal itu dilakukan guna memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan. "Dapat kami jelaskan bahwa saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku," kata Ali Fikri.
Surat tersebut terbit menyusul hasil tes alih status pegawai KPK menjadi ASN. Para pegawai mengungkapkan, pertanyaan dalam tes itu tak relevan, melecehkan perempuan, dan menyangkut pandangan keagamaan para pegawai. Sebagian pihak menilai tes itu semata untuk menyingkirkan pegawai yang kritis di tubuh KPK. Nama-nama pegawai yang tak lolos merentang dari tingkat deputi, kepala satgas, direktur, hingga para pengurus Wadah Pegawai KPK.
Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menanggapi terkait Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK yang dinonaktifkan karena tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan. Menurutnya, ini menunjukkan adanya kematian KPK dalam memberantas korupsi.
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Hal ini menunjukkan kalau ada keinginan untukĀ menyingkirkan 75 pegawai KPK," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (12/5).
Kemudian, ia melanjutkan, hal ini terkesan dipaksakan dan tidak ada dasar hukum yang kuat. "Ini tetap dipaksakan nonaktif sekalipun tidak ada dasar hukum yang kuat. Apalagi putusan MK menegaskan peralihan status jadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK," kata dia.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan adalah salah satu yang dinyatakan tak lolos asesmen TWK telah resmi dinonaktifkan. Atas keputusan ini, Novel menyatakan akan melawan.
"Nanti ada tim kuasa hukum dari koalisi sipil yang ingin melihat itu karena agak lucu juga, SK-nya kan SK pemberitahuan hasil asesmen, tapi kok di dalamnya menyebut menyerahkan tugas dan tanggung jawab, bukan pemberhentian," kata Novel dalam keterangannya, Selasa (11/5).
"Yang jelas kami melihat ini bukan proses yang wajar. Ini bukan seleksi orang tidak kompeten dinyatakan gugur, tapi ini upaya yang sistematis yang ingin menyingkirkan orang bekerja baik untuk negara, ini bahaya. Maka sikap kami jelas, kami akan melawan," kata Novel.
Ia mengungkapkan, dalam tes ditanyai soal pandangannya atas kebijakan pemerintah terkait naiknya tarif dasar listrik. Novel juga ditanyai tentang revisi UU KPK yang kontroversial itu serta pembentukan undang-undang lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: