Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tolong! Saudara Muslim di Gaza Nyatakan Kewalahan Tangani Korban Serangan Israel

        Tolong! Saudara Muslim di Gaza Nyatakan Kewalahan Tangani Korban Serangan Israel Kredit Foto: Instagram/Al Jazeera English
        Warta Ekonomi, Gaza -

        Sistem kesehatan di Gaza kewalahan dengan gelombang korban meninggal dan terluka akibat pengeboman Israel. Mereka kekurangan obat-obatan penting dan bahan bakar untuk menjaga aliran listrik.

        Dua dari dokter paling terkemuka di Gaza gugur ketika rumah mereka hancur dalam serangan sejak pertempuran antara Hamas dan Israel meletus 10 hari lalu. Saat Gaza telah keluar dari gelombang kedua infeksi virus corona, satu-satunya laboratorium pengujian virus rusak oleh serangan udara dan telah ditutup.

        Baca Juga: Innalillahi, Serangan Udara Israel Renggut Nyawa Seorang Jurnalis Gaza

        Pejabat kesehatan khawatir pandemi virus corona akan menyebar di antara puluhan ribu penduduk yang berdesakan di tempat penampungan darurat, setelah melarikan diri dari serangan besar-besaran.

        Penasihat media untuk UNRWA, Adnan Abu Hasna, mengatakan infrastruktur kesehatan Jalur Gaza sudah runtuh sebelum terjadi serangan pada 10 Mei. Sektor ini telah terpukul oleh tiga perang sebelumnya antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza.

        Dalam setiap pertempuran, rumah sakit dan klinik dirusak atau dihancurkan, serta personel medis gugur. Setelah pertempuran, pihak berwenang harus membangun kembali sistem kesehatan yang terhambat oleh blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir sejak Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007.

        Gejolak lain juga telah membebani sistem kesehatan Gaza. Lebih dari dua tahun aksi protes mingguan di perbatasan Israel terus menerus menuai korban. Lebih dari 35 ribu orang terluka, banyak yang cacat semur hidup, dan 100 orang lainnya masih menunggu operasi rekonstruksi dan amputasi. Sekarang fasilitas kesehatan berjuang untuk menangani korban perang dan kebutuhan sehari-hari dari 2 juta warga Gaza.

        “Ini adalah krisis lapis demi lapis. Dan tidak pernah ada cukup waktu di antara setiap krisis untuk membangun kembali. Sistem (perawatan kesehatan) secara bertahap melemah secara signifikan. Saya tidak akan mengatakan itu lumpuh, tetapi semakin dekat," ujar Direktur Operasional UNRWA di Gaza, Matthias Schmale.

        Sejak serangan terbaru dimulai pada 10 Mei, Israel menyatakan mereka mencoba melumpuhkan Hamas yang sebelumnya telah menembakkan ratusan roket. Hamas menembakkan roket sebagai tanggapan atas perampasan hak warga Palestina untuk beribadah selama bulan ramadan di masjid al-Aqsa. Hak warga Palestina juga dirampas dalam pengusiran secara paksa oleh Israel di wilayah Sheikh Jarrah.

        Pejabat kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 227 warga Palestina, termasuk 64 anak-anak telah gugur dalam serangan udara. Sementara lebih dari 1.600 lainnya mengalami luka-luka. Di sisi lain 12 warga Israel telah terbunuh oleh roket. Pengeboman itu telah membuat lebih dari 56 ribu warga Gaza melarikan diri dari rumah mereka.

        Ribuan warga yang melarikan diri saat ini berada di 59 sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan dan dikelola oleh UNRWA. Badan PBB tersebut memberi mereka air dan perlengkapan kebersihan dasar, termasuk masker untuk mencegah penyebaran Covid-19.

        Sejauh ini, serangan Israel tidak merusak fasilitas kesehatan secara langsung seperti pertempuran pada 2014. Ketika itu banyak rumah sakit dan klinik terkena serangan langsung dari pengeboman Israel.

        Serangan Israel kali ini telah merusak sedikitnya 18 rumah sakit dan klinik, di mana tiga pusat perawatan kesehatan di Gaza telah rata dengan tanah. Hampir separuh dari persediaan obat yang esensial telah habis.

        Kepala Pencegahan Medis di Kementerian Kesehatan Majdi Dhair mengatakan di antara situs yang rusak adalah klinik perawatan kesehatan yang dapat menguji Covid-19. Akibatnya pengujan virus corona saat ini harus berhenti.

        “Ini seperti bom waktu karena orang tidak diuji dan mereka yang terinfeksi tidak akan tahu bahwa mereka terinfeksi,” kata Dhair.

        Hingga Senin (17/5/2021) ketika klinik itu rusak, Gaza telah mencatat lebih dari 105 ribu infeksi virus corona, termasuk 986 kematian. Sekitar 80 orang berada dalam kondisi kritis karena virus tersebut. Pertempuran juga telah membuat upaya vaksinasi Covid-19 di Gaza menjadi terhenti.

        Hanya sekitar setengah dari pusat perawatan primer yang dijalankan pemerintah yang beroperasi. Enam belas dari 22 pusat perawatan kesehatan UNRWA beroperasi pada Rabu (18/5/2021). Sebanyak 13 rumah sakit milik pemerintah tetap beroperasi, meskipun beberapa mengalami kerusakan.

        Hingga Senin, 16 rumah sakit swasta atau yang dikelola LSM telah berfungsi. Namun rumah sakit membutuhkan persediaan medis darurat.

        Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 40 obat-obatan utama yang dibutuhkan oleh rumah sakit di Gaza, di antaranya anestesi, antibiotik, jahitan, dan kantong darah. Kebutuhan lainnya adalah bahan bakar untuk memastikan listrik tetap menyala. Selama pertempuran, suplai listrik rumah sakit di Gaza bergantung pada generator yang harus diisi dengan bahan bakar.

        UNRWA telah memasok lima truk bahan bakar yang diperkirakan cukup untuk menyuplai listrik ke rumah sakit selama beberapa pekan. Dua hari lalu, Mesir mengirim pasokan medis dan bahan bakar. Perbatasan Gaza dengan Israel telah ditutup selama pertempuran. Hal ini menjadi kendala dalam pengiriman bantuan kemanusiaan di Gaza.

        "Jika perbatasan tetap ditutup, persediaan akan mulai habis dan kami akan membutuhkan apa yang disebut koridor kemanusiaan terbuka untuk membawa barang," kata Schmale.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: