Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CIPS: Adopsi Teknologi di Sektor Pertanian Perlu Dipercepat

        CIPS: Adopsi Teknologi di Sektor Pertanian Perlu Dipercepat Kredit Foto: Dok. CROWDE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Adopsi teknologi digital pada sektor pertanian Indonesia perlu dipercepat untuk meningkatkan kualitas dan produktivitasnya. Salah satu indikatornya adalah makin banyaknya pekerja pertanian berusia muda.

        Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki daya lenting tinggi selama pandemi Covid-19. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya kenaikan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 2,78 juta selama periode Agustus 2019 hingga Agustus 2020.

        Baca Juga: Mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Infrastruktur Digital Guna Percepat PEN Pasca-Pandemi

        Salah satu hal menarik dari tren kenaikan jumlah pekerja sektor pertanian adalah naiknya keterlibatan pemuda berumur 16-30 tahun. Survei Angkatan Kerja Nasional oleh BPS menyatakan, sebanyak 20,62% pemuda Indonesia bekerja di sektor pertanian pada Agustus 2020, naik dari periode sebelumnya yang berjumlah 18,43%.

        "Naiknya jumlah pemuda di sektor pertanian di masa pandemi ini dapat menjadi momentum tepat untuk memperluas adopsi teknologi di sektor pertanian. Sebanyak 85,62% di antara mereka merupakan pengguna internet dan berpeluang menjadi early adopter dari teknologi digital di sektor pertanian," terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Indra Setiawan, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/5/2021).

        Penggunaan teknologi digital pertanian mampu memberikan perubahan positif bagi para petani. Data McKinsey (2020) memperkirakan bahwa penggunaan teknologi modern di sektor pertanian dapat menambah keluaran ekonomi hingga US$6,6 miliar per tahun.

        Kehadiran teknologi digital pertanian dapat menghubungkan petani langsung dengan konsumen sehingga dapat mempersingkat rantai pasok. Para petani juga dapat mengurangi ketergantungannya dengan tengkulak. Selama ini, petani lebih banyak menjual hasil pertanian dalam jumlah besar ke tengkulak. Hal ini menyebabkan petani tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk menentukan harga produsen.

        "Di samping itu, petani juga memiliki akses terhadap informasi harga komoditas di pasaran yang akurat dan transparan. Pemahaman yang kuat terhadap dinamika harga komoditas pertanian dapat membantu petani untuk menentukan harga produsen secara lebih terukur," jelas Indra.

        Teknologi digital pertanian yang fokus pada jasa keuangan membuka lebih banyak akses terhadap sumber pendanaan yang cocok. Saat ini, petani kecil memang telah menikmati program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai sumber pendanaan untuk aktivitas pertanian. Namun, rendahnya jumlah pinjaman maksimum menyebabkan petani tidak dapat bergantung pada KUR untuk kegiatan pertanian yang membutuhkan investasi besar seperti akuakultur (GSMA, 2019). Jasa keuangan digital khusus pertanian dapat menjadi solusi untuk hal ini.

        Sayangnya, hanya segelintir petani yang dapat menikmati manfaat tersebut. Kebanyakan teknologi digital pertanian memiliki pengguna kurang dari 10.000. Artinya, jutaan petani masih belum memiliki akses terhadap teknologi digital pertanian. Hal ini karena masih banyaknya tantangan mendasar yang menghalangi petani untuk menggunakan teknologi digital pertanian yang mutakhir.

        Indra mengatakan, tantangan mendasar pertama adalah belum diprioritaskannya adopsi teknologi digital di sektor pertanian oleh pemerintah. Hal ini terlihat dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2020-2024 yang belum secara spesifik menjabarkan strategi untuk adopsi teknologi digital (MercyCrops & Rabobank, 2020). Akibatnya, dukungan pemerintah untuk program-program tersebut masih terbatas dan tidak merata.

        Untuk mengatasi hal tersebut, Kementan dan kementerian lain yang relevan perlu segera menyusun proyek-proyek nasional mengenai pengenalan teknologi digital pertanian. Kementan dapat melakukan perluasan cakupan kerja sama dengan pihak swasta untuk melakukan penetrasi di area lain.

        Tantangan kedua adalah rendahnya literasi digital petani. Mayoritas petani Indonesia merupakan lulusan sekolah dasar yang rata-rata berumur lebih dari 45 tahun. Keadaan ini menyebabkan sulitnya petani untuk beradaptasi dengan teknologi baru.

        Namun demikian, naiknya jumlah pemuda di sektor pertanian menjadi harapan untuk meningkatkan literasi digital di kalangan petani. Hal ini dapat diintegrasikan dalam program-program penyuluhan pertanian. Peran penyuluhan pertanian oleh pihak swasta juga perlu ditingkatkan mengingat penyuluh pertanian dari pemerintah sering kali kurang dapat menjangkau petani (Bank Dunia, 2020).

        Adopsi teknologi digital di pertanian juga dapat dilakukan dengan meningkatkan investasi di sektor pertanian. Investasi dalam negeri maupun asing dapat memungkinkan adanya transfer teknologi serta pelatihan sumber daya manusia.

        Infrastruktur digital di Indonesia masih belum merata. Laporan dari Speedtest menyebutkan bahwa kecepatan internet di Indonesia berada di urutan 121 dari 139 negara. Hal ini tentunya akan menjadi penghalang bagi petani, terutama yang menetap di daerah-daerah terpencil untuk memanfaatkan teknologi digital pertanian.

        Peningkatan infrastruktur digital dapat dilakukan dengan menjamin bahwa regulasi mengenai telekomunikasi stabil dan adaptif dengan kebutuhan yang dinamis. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif kepada pihak swasta agar mereka mau membangun infrastruktur digital di daerah-daerah terpencil.

        "Pemerintah bersama swasta perlu terus mendorong pemanfaatan teknologi digital pertanian di Indonesia. Sektor pertanian terbukti menjadi tumpuan selama krisis akibat pandemi Covid-19 berlangsung, termasuk bagi anak muda. Oleh karena itu, inovasi teknologi digital di sektor pertanian patut didukung untuk meningkatkan kualitas sektor pertanian Indonesia," terangnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: