Elite PDI Perjuangan (PDIP) menegur keras Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo karena berambisi nyapres di 2024 tanpa menunggu arahan partai. PDIP dinilai sebagai partai yang mesti menunggu komando Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Hal ini jadi pembahasan dalam Dua Sisi tvOne dengan tema 'Seteru Puan-Ganjar: Siapa Pilihan Mega?'. Sejumlah narasumber hadir yang salah satunya adalah pengamat politik senior, M. Qadari. Dia menganalisis, polemik internal PDIP karena tata caranya versi Ganjar yang mau nyapres tidak ketemu dengan PDIP, meski tidak dilarang untuk maju sebagai capres.
Baca Juga: Ditolak Elite PDIP, Ganjar Bakal Jadi 'The Next Jokowi'?
"Tetapi, untuk bergerak sebagai calon presiden, kalau di PDI Perjuangan, jangan pakai teori lain ya. Kalau di PDI Perjuangan itu menunggu komando dari ketua umum gitu loh. Dan, itu bukan barang baru di PDI Perjuangan," kata Qadari dikutip VIVA pada Jumat (28/5/2021).
Dia menjelaskan, contoh sikap PDIP sering dipraktikkan dalam urusan pilkada. Ia bilang, keputusan politik PDIP selalu last minutes.
"Kalau saya sering menyaksikan bagaimana PDI Perjuangan itu mengambil keputusan tentang calon itu last minutes, begitu. Ketika partai lain sudah mengambil keputusan, PDIP belum mengambil keputusan," tutur Qadari.
Menurut dia, dengan cara seperti itu bisa membuat PDIP kehilangan kesempatan. Sebab, calon-calon yang memiliki popularitas tidak semuanya sabar menunggu partai berlambang banteng moncong putih itu.
"Dan, dalam beberapa kasus PDI Perjuangan itu kena batunya sehingga calon yang dimajukan popularitasnya kurang dan akhirnya kalah," lanjut Qadari.
Pun, Qadari mencontohkan seperti sikap PDIP di Pilkada Jawa Barat 2018. Saat itu, PDIP mencuat akan mengusung Ridwan Kamil yang saat ini sudah menjadi Gubernur Jabar. Namun, Ridwan Kamil saat itu keburu diambil partai lain seperti Nasdem, PPP, dan PKB. Sementara, PDIP akhirnya mengusung kadernya TB Hasanudin yang berduet dengan purnawirawan perwira tinggi Polri, Anton Charliyan.
"Tetapi, karena ditunggu nggak keluar rekomendasinya (PDIP), akhirnya Ridwan Kamil dicalonkan oleh partai yang lain," ujarnya.
Menurut dia, cara PDIP ini berbeda. Tak bisa dipersepsikan sikap politik PDIP untuk menentukan calon itu sama dengan parpol lain. "Nah, akhirnya mengajukan calon yang pada saat pertarungan memang posisinya paling belakangan. Tapi, itu lah cara PDI Perjuangan. Yang nggak bisa disamakan dengan partai lain," sebut Qadari.
Kemudian, ia mengaitkan dengan polemik Ganjar jika eks anggota DPR itu caranya berbeda ya maka bisa ditegur. Ia memprediksi jika masih ngotot, maka Ganjar bisa mendapatkan konsekuensinya.
"Kalau kemudian caranya berbeda, akhirnya kena semprit. Kalau masih ngotot juga itu yang disebut sebagai keminter. Dan, ada risiko bahwa nanti akan sulit untuk mendapatkan rekomendasi dari PDIP. Sulit," tutur Qadari.
Teguran keras elite PDIP ke Ganjar karena ambisi nyapres 2024 jadi perhatian. Internal PDIP disorot menuju pilpres yang masih tiga tahun lagi. Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP sekaligus Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto, melontarkan sindiran keras ke Ganjar yang disebutnya kelewatan dan jangan sok merasa pintar.
Bambang Pacul, sapaan akrabnya membenarkan Ganjar tidak diundang DPD PDIP Jateng dalam acara HUT ke-48 di Semarang, Sabtu, 22 Mei 2021. Padahal, Ketua DPP PDIP yang juga putri Megawati, Puan Maharani saat itu hadir dan memberikan arahan kepada para kader partai.
"Tidak diundang! (Ganjar Pranowo, red) wis kemajon (kelewatan), yen kowe pinter, ojo keminter (bila kamu pintar, jangan sok pintar-red)," kata Bambang dalam siaran persnya, Minggu, 23 Mei 2021.
Sebelumnya, Puan juga melontarkan ucapan sindiran bahwa pemimpin itu harus di lapangan, bukan di sosial media. Kata Puan, pemimpin harus dilihat teman-teman seperjuangan dan turut turun bersama dengan para pendukungnya di lapangan.
"Pemimpin menurut saya itu adalah pemimpin yang memang ada di lapangan dan bukan di sosmed," kata Puan di depan kader di acara HUT PDIP ke-48 di Semarang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum