Miliarder Nepal Miris Pemilu Tetap Berjalan di Tengah Gelombang Kedua Covid-19
Miliarder Nepal, Binod Chaundhary mengakui bahwa Nepal telah meremehkan gelombang kedua infeksi Covid-19. Chaundary mengatakan perlu adanya peningkan upaya untuk mengatasi krisis. Negara juga seharusnya tidak mengadakan pemilihan sampai situasinya stabil.
"Saya harus mengakui, kami mungkin meremehkan, sebagai sebuah bangsa, intensitas gelombang kedua," katanya kepada "Street Signs Asia" CNBC International sebagaimana dikutip di Jakarta, Senin (31/5/21).
Kasus Covid di negara Asia Selatan melonjak pada bulan April dan terus mencapai rekor tertinggi baru pada bulan Mei. Hingga 30 Mei, Nepal telah melaporkan 557.124 infeksi virus corona dan 7.272 kematian.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Qi Shi, Miliarder Misterius Pendiri Situs Keuangan Terkenal
Situasinya serupa dengan yang terjadi di negara tetangga India yang memiliki jumlah kasus tertinggi kedua di dunia.
Chaudhary, ketua CG Corp Global yang berbasis di Nepal ini mengatakan gelombang pertama cukup buruk sehingga negara itu lumpuh selama sekitar tiga bulan, meskipun berhasil pulih. “Kali ini, lebih buruk,” katanya.
Sistem medis Nepal berada di bawah tekanan besar, dengan kekurangan oksigen, ventilator dan tempat tidur perawatan intensif. Data Bank Dunia menunjukkan, pada 2018, Nepal hanya memiliki 0,749 dokter per 1.000 penduduk. Itu lebih rendah dari 0,857 di India dan 2,812 di Inggris Raya pada tahun yang sama.
Penyuntikan vaksin di Nepal telah terhambat oleh pasokan, dan hanya sekitar 2,25% dari 29 juta penduduk negara itu yang divaksinasi penuh, menurut Our World in Data.
“Kami mengandalkan India,” kata Chaudhary.
India adalah pusat produksi vaksin dan telah menyumbangkan suntikan ke negara-negara tetangga. Nepal juga membeli dosis, tetapi India menghentikan ekspor pada Februari untuk memprioritaskan permintaan domestik.
“Kami sedang mencari sumber pasokan lain,” katanya. “Kita perlu meningkatkan semua upaya kita dengan cepat.”
Dia menambahkan bahwa CG Corp Global telah memobilisasi jaringannya dan membantu membawa oksigen dan ventilator ke Nepal. Badan nirlaba perusahaan telah menyumbangkan sekitar USD1 juta (Rp14 miliar) untuk membantu menangani keadaan darurat kesehatan.
Chaudhary meminta dunia untuk memberikan penekanan khusus pada negara-negara seperti Nepal dalam hal vaksin.
“Negara ini perlu dijaga keamanan dan perlindungannya,” katanya.
Terlebih, Nepal berbagi perbatasan dengan India dan China. Chaundhary mengungkap karena berlokasi strategis, namun kecil, sehingga masalah tersebut diprediksikan dapat diselesaikan dengan cukup cepat.
Berbagai negara telah mengirimkan bantuan berupa perbekalan kesehatan dan alat pelindung diri. China dilaporkan telah menyumbangkan 800.000 dosis vaksin yang dikembangkan Sinopharm ke Nepal.
Chaudhary, yang merupakan anggota oposisi parlemen, mengatakan dia berharap semua pihak akan mengutamakan tantangan terkait Covid dan mencoba membuat Nepal aman.
Ketika kasus terus meningkat, Chaudhary mengatakan menyeru bahwa pemilihan di tengah kondisi ini adalah ironis dan disayangkan.
"Sementara rumah terbakar, kami masih memperebutkan siapa yang akan tidur di kamar tidur utama." tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: