Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Simak Baik-baik, Inilah Kiprah Politikus Arab-Muslim Capai Pemerintahan Baru Israel

        Simak Baik-baik, Inilah Kiprah Politikus Arab-Muslim Capai Pemerintahan Baru Israel Kredit Foto: Instagram/State of Israel
        Warta Ekonomi, Yerusalem -

        Perpolitikan Israel mencatatkan sejarah baru dengan keterlibatan partai berhaluan Islam, Raam (United Arab List), dalam koalisi membentuk pemerintahan baru. Partai dengan basis anggota warga Arab-Palestina yang tinggal di wilayah Israel itu dipimpin seorang politikus islamis Mansour Abbas.

        Abbas tampak menyeringai di samping seorang pemimpin Yahudi sayap kanan dan sekutunya, beberapa saat setelah mendukungnya sebagai perdana menteri dan memberinya mayoritas yang memerintah. Demi menggulingkan perdana menteri terlama Israel, Benjamin Netanyahu, Abbas bergabung untuk mengamankan mayoritas tipis untuk partai-partai Yahudi.

        Baca Juga: Tok! Partai Arab Akhirnya Bergabung dalam Koalisi Pemerintah Baru Israel

        United Arab List ini akan menjadi partai pertama yang diambil dari 21 persen minoritas Arab di negara itu yang bergabung dengan pemerintah Israel. Namun, persetujuan parlemennya masih tertunda. Abbas sendiri telah mengesampingkan perbedaan dengan calon perdana menteri baru, Naftali Bennet.

        Bennet merupakan mantan pemimpin organisasi pemukiman besar Yahudi dan pendukung pencaplokan sebagian besar Tepi Barat yang diduduki, tanah yang diincar orang Palestina untuk sebuah negara. Bennett mengatakan, segala keberatan yang mungkin dia miliki telah dipatahkan karena tidak ada satu kata nasionalis dalam tuntutan Abbas.

        Abbas, yang merupakan seorang dokter gigi, mengatakan ia berharap memperbaiki kondisi warga Arab yang mengeluhkan diskriminasi dan pengabaian pemerintah. "Kami memutuskan bergabung dengan pemerintah untuk mengubah keseimbangan kekuatan politik di negara ini," katanya dalam sebuah pesan kepada para pendukungnya setelah menandatangani perjanjian koalisi dengan Bennett dan pemimpin oposisi Yair Lapid, Jumat (4/6).

        United Arab List menyatakan, perjanjian itu mencakup alokasi lebih dari 53 miliar shekel (16 miliar dolar AS) untuk meningkatkan infrastruktur dan mengekang kejahatan kekerasan di kota-kota Arab. Perjanjian itu juga mencakup ketentuan pembekuan pembongkaran rumah yang dibangun tanpa izin di desa-desa Arab dan pemberian status resmi ke kota-kota Badui di gurun Negev, benteng untuk dukungan Islam.

        "Saya katakan di sini dengan jelas dan terus terang: ketika pembentukan pemerintah ini didasarkan pada dukungan kami, kami akan dapat mempengaruhinya dan mencapai hal-hal besar bagi masyarakat Arab kami," kata Abbas.

        Sosok Abbas berasal dari desa campuran Druze, Muslim, dan Kristen di Maghar, dekat Laut Galilea. Partainya adalah sayap politik dari cabang selatan Gerakan Islam Israel, yang didirikan pada 1971 dan memiliki asal-usul ke Ikhwanul Muslimin.

        Sebelum menyetujui kesepakatan koalisi, Abbas mencari dan menerima persetujuan dari Dewan Syura Penasihat Gerakan Islam, sebuah badan keagamaan, yang telah memandu pemungutan suara partai di parlemen tentang hak-hak LGBT dan isu-isu lainnya. Partai Abbas berpisah dari koalisi utama Arab Israel, the Joint List, sebelum pemilihan 23 Maret 2021.

        Abbas mengikutkan partainya ke dalam pemilu Israel secara independen. Abbas ingin orang Arab di Israel mencari peran nyata dalam perpolitikan Israel.

        Sebab selama ini, aliansi partai-partai Arab anti terhadap kepemimpinan Netanyahu yang kerap berkonflik dengan rakyat Palestina. Setelah menarik Raam dari Joint List, Abbas menyatakan siap untuk bekerja sama dengan Netanyahu dan faksi sayap kanan lainnya dengan tujuan meningkatkan kondisi kehidupan orang Arab.

        Banyak kalangan Arab yang mengkritik pendekatan Abbas. Mereka mempertanyakan bagaimana bisa Abbas membenarkan milik pemerintah yang memberlakukan pendudukan militer atas saudara-saudara Palestina di Tepi Barat dan memimpin blokade Gaza yang dikuasai Hamas.

        "Dia harus dipuji karena mencoba sesuatu yang baru, tetapi jika ada perang lain dengan Gaza, dan dia berada di pemerintahan, akan ada tekanan padanya untuk meninggalkan kapal," kata Moussa al-Zayadna di kota Badui Rahat di Israel selatan.

        Anggota Joint List, Sami Abou Shehadeh, menyebut langkah Abbas sebagai kejahatan yang sangat besar karena partai Islam Abbas telah secara dramatis mengubah perilaku politik historisnya dengan bergabung dengan Bennet dan para pemimpin sayap kanan lainnya.

        "Bennett adalah kepala Dewan Yesha (wadah kelompok pemukim). Kita berbicara tentang orang-orang berbahaya, dan mendukung mereka berarti Mansour Abbas telah memilih berdiri dengan pemukim ekstrem yang menentang kepentingan rakyat kita," kata Shehadeh.

        Sebelumnya, Abbas untuk sementara menghentikan negosiasi koalisi selama konflik 11 hari antara Israel dan Gaza bulan lalu yang juga memicu kekerasan massa antara orang Yahudi dan orang Arab di Israel. Selanjutnya, itu mendorongnya melakukan kunjungan solidaritas ke sinagoge yang dibakar.

        Bennett menggambarkan insiden itu sebagai titik balik dalam pandangannya tentang Abbas. "Saya melihat seseorang yang sopan dan berani," kata Bennet kepada Channel 12 TV Israel.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: