Waralaba Fried Chicken, Makanan Rakyat Ini Mampu Bertahan di Tengah Pandemi
Bisnis waralaba menjadi salah satu sektor yang sangat terpukul oleh pandemi Covid-19. Bahkan sampai saat ini, kondisinya belum terlalu membaik.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro oleh pemerintah terus mendorong penurunan omset pelaku bisnis waralaba, baik franchisor (pemberi waralaba) maupun franchisee (pembeli waralaba). Belum lagi dengan menurunnya daya beli masyarakat.
Ketua Komite Tetap Bidang Waralaba Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Levita Ginting Supit, baru-baru ini mengatakan terdapat 15% atau sekitar 953 gerai waralaba dari total 5.621 gerai dari 30 merek tutup selama pandemi Covid-19.
Namun di balik itu semua, nyatanya sektor kuliner bisnis waralaba masih mampu bertahan, bahkan ada yang masih superior di tengah gempuran pandemi. Salah satunya seperti bisnis ayam goreng atau fried chicken yang sering dijumpai di pinggir jalan.
Owner Crispyku Fried Chicken Alexander Theo, juga mengatakan semua bisnis terdampak pandemi. Tapi menurutnya fried chicken tidak terlalu terdampak dan masih bisa survive. Diakui tahun lalu terjadi penurunan omset di sepanjang April-Mei sekitar 20-30 persen.
Tapi menurutnya itu masih cukup baik, sebab di sektor lain bisa turun sampai 50 persen. Selain itu, meskipun selama pandemi, para mitra Crispyku tetap masih bisa berjualan.
"Di tahun ini sudah mulai ada peningkatan walau masih belum signifikan, sekitar enam persen. Jumlah mitra juga mulai kembali ada peningkatan. Selama Januari-Juni 2021 sudah ada empat puluh lima outlet Crispyku Fried Chicken baru yang buka," kata Alexander, Jumat (25/6/2021).
Bahkan menurutnya, masih banyak juga mitra yang bergabung karena bisnisnya masih menjanjikan. Namun tentunya ada berbagai strategi dan persiapan yang dilakukan Alex agar bisnisnya tetap dapat bertahan bahkan bertumbuh di tengah pandemi.
Alexander, menyebut selama pandemi Crispyku Fried Chicken lebih memperkuat sistem manajemen, seperti mempermudah pemesanan bahan baku secara online, pengiriman bahan baku yang cepat dan terjamin aman, dan layanan bantuan yang selalu stand by selama 8 jam kerja.
Bahkan Alex masih tetap menggelontorkan modal usaha untuk menjalankan berbagai promosi, baik melalui media sosial, website, hingga YouTube.
"Cripsyku Fried Chicken sempat saat pandemi menggelontorkan sekitar Rp35 juta untuk memberikan cashback para mitra. Jadi mitra yang belanja bahan baku akan kami kasih cashback. Kami bantu agar usahanya tetap jalan dan bertahan,” ujar pria yang terbiasa berbagi inspirasi melalui channel YouTube Crispyku Fried Chicken tersebut.
Alex pun mengungkapkan, bisnis waralaba fried chicken masih menjadi salah satu pilihan yang sering diambil oleh masyarakat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun yang ingin memiliki pemasukan tambahan imbas pandemi Covid-19.
Selain karena jumlah investasinya yang tak terlalu besar, potensi pasar di Indonesia yang sangat gemar menyantap fried chicken menjadi pertimbangan utama memilih bisnis satu ini.
Karena menurutnya fried chicken itu makanan rakyat. Masyarakat Indonesia itu sangat suka ayam goreng. Jadi tak heran kalau di mana pun kita buka pasti banyak pembelinya.
Belum lama ini mitra Crispyku melakukan grand opening di Pandeglang dan masih bisa habis 45 ekor ayam dalam satu hari. Kemudian juga mitra grand opening di Jembatan Besi, Jakarta bisa habis 25 ekor ayam satu hari.
Hal senada pun diungkap oleh Pinkan, mantan karyawati yang kini memilih menjalani bisnis fried chicken di Kayuringin, Bekasi. Makanan yang enggak ngebosenin itu ayam. Ayam goreng juga jenis makanan yang dicari karena kebutuhan, bukan karena tren. Apalagi sekarang olahan ayam goreng makin banyak variannya. Ada geprek, sambal matah, penyet, dan lainnya.
Lebih lanjut, Alex pun mendorong masyarakat Indonesia agar lebih aktif mengalokasikan dana yang dipunya untuk berinvestasi di sektor bisnis waralaba kuliner.
Apalagi konsep bisnis waralaba sangat mudah dijalankan mengingat franchisee tak perlu mempersiapkan apa pun selain tempat usaha. Karena mulai dari bahan baku, SOP, hingga materi promosi sudah dipersiapkan oleh franchisor.
Namun Alex menekankan agar masyarakat bisa lebih selektif dalam memilih bisnis waralaba yang mau diambil. Karena tak jarang ada merek yang baru berdiri kurang dari lima tahun dan belum terbukti sustainable tapi sudah berani menawarkan kemitraan atau waralaba.
Hal tersebut dianggap berbahaya karena dapat menjerumuskan masyaraka awam yang ingin berbisnis.
Untuk menghindari hal tersebut, Alex pun menyampaikan, setidaknya ada beberapa kriteria yang dapat dilihat saat akan mengambil waralaba.
Pertama bisa dilihat dari lama tahun berdiri dan jumlah mitra yang dipunya, lalu besaran nilai investasi dan apa saja fasilitas maupun support yang didapat dari franchisor, dan yang pasti sudah terbukti sustainable.
Berbagai informasi tersebut bisa didapat oleh masyarakat melalui media maupun situs-situs resmi merek waralaba,seperti situs crispyku.com.
“Jadi tak perlu khawatir, masyarakat tetap bisa mengalokasikan dana untuk diinvestasikan ke bisnis waralaba dengan aman asalkan memperhatikan hal-hal tersebut. Jadi dana tetap harus dialokasikan untuk investasi, bisa emas, saham, atau bisnis. Tapi yang paling menguntungkan tentu bisnis waralaba, karena bisnis ini punya perputaran cash flow yang jelas, mendapat dukungan pemerintah karena bisa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, dan sebenarnya bisnis bisa juga diwariskan ke anak-cucu kita,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: