Dibayangi pembatasan aktivitas masyarakat, PT Unilever Indonesia Tbk, (Unilever) pada kuartal ke-2 tahun 2021 (tidak diaudit) berhasil membukukan kinerja penjualan bersih sebesar Rp20,2 triliun dan laba bersih sebesar Rp3 triliun ditopang dengan kontribusi positif dari kategori produk makanan.
Dijelaskan Ira Noviarti, Presiden Direktur PT Unilever Indonesia, Tbk, Perseroan memilih untuk fokus pada masa depan, dan telah ditentukan strategi yang solid untuk menjawab berbagai tantangan tersebut
"Pertumbuhan pasar FMCG belum sepenuhnya pulih karena pandemi Covid-19 menyebabkan konsumen masih berhati-hati dalam memilih pola konsumsi di beberapa kategori dasar. Berbagai tantangan tersebut tentunya mempengaruhi tingkat pertumbuhan dari Perseroan. Kondisi ini masih ditambah dengan kenaikan harga komoditas yang mulai mempengaruhi biaya produk,” jelas Ira.
Selain itu Ira memastikan, bahwa strategi perseroan pada jangka pendek dan jangka panjang memiliki bobot yang sama karena perubahan pasar sangat dinamis. Keduanya sama penting dan dimanifestasikan menjadi lima strategi prioritas perseroan yaitu;
- Mendorong pertumbuhan pasar melalui stimulasi konsumsi konsumen
- Memperluas dan memperkaya portfolio ke value dan premium segment
- Memperkuat kepemimpinan dalam inovasi dan future channel
- Penerapan E-Everything di semua lini termasuk penjualan, operasional, dan penggunaan data
- Menjadi yang terdepan dalam penerapan bisnis yang berkelanjutan
Menindak lanjuti hasil kinerja semester 1-2021, strategi perseroan akan disempurnakan melalui integrasi riset dan teknologi agar Perseroan terus adaptif menjawab kebutuhan konsumen. Pada aspek harga jual, demi menjawab kebutuhan masyarakat diberikan opsi kemasan ekonomis pada portofolio unggulan seperti Kecap Bango.
Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menilai bahwa kinerja perusahaan FMCG seperti Unilever yang masih positif, meski masih dibawah kinerja sebelum pandemi, dikarenakan produk-produk yang dihasilkan merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Dengan pengetatan mobilitas masyarakat yang berdampak langsung kepada tertekannya daya beli konsumen, tentu diversifikasi produk dan harga dapat menjadi strategi yang tepat. Demikian pula halnya dengan penguatan distribusi, khususnya yang berbasis daring.
“FMCG kan adalah barang-barang kebutuhan sehari yang, di tengah pandemi, tetap dibutuhkan dan digunakan. Seperti sabun dan pasta gigi serta barang lainnya. Jadi wajar saja kalau masih membukukan pendapatan positif. Meskipun, saya percaya pencapaian ini masih bisa dimaksimalkan bila dibandingkan kondisi sebelum pandemi," ujar Piter, saat dihubungi media, Kamis (22/7/2021).
Persaingan industri FMCG tidak dapat dikatakan enteng. Alih-alih kontraksi daya beli konsumen terdampak PPKM, Unilever masih unggul memimpin pada 12 kategori industri FMCG, sekaligus membuktikan pengalaman Perseroan yang 87 tahun beroperasi di Indonesia.
Merujuk rilis yang diterima redaksi, Unilever sedang bersiap meluncurkan produk premium untuk kategori bayi melalui merek Dove dan produk untuk pasta gigi sensitif sebagai jawaban atas kebutuhan keluarga Indonesia.
Serta, opsi pilihan produk konsumsi yang lebih sehat dan ramah lingkungan berupa daging vegetarian The Vegetarian Butcher dari Unilever Food Solutions (UFS) untuk menjawab preferensi kelompok konsumen atas opsi makanan lebih sehat yang saat ini sedang berkembang.
"Meski paruh pertama 2021 masih penuh tantangan, kami optimis dengan strategi perseroan untuk menjalankan bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan secara jangka panjang. Kami juga percaya, bersama kita akan melewati masa sulit ini dan perekonomian Indonesia akan kembali bangkit," tutup Ira.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: