Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kendala dan Tantangan Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

        Kendala dan Tantangan Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau Kredit Foto: Bea Cukai
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wabah virus Covid-19 berdampak sangat signifikan bagi kondisi perekonomian di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Kondisi inipun menjadi perhatian khusus dari organisasi internasional termasuk The World Bank atau Bank Dunia. Dalam Laporan yang dirilis Juni 2021, Bank Dunia merekomendasi sejumlah langkah reformasi kebijakan fiskal, salah satu di antaranya terkait penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai tembakau.

        “Simplifikasi tarif cukai akan mengurangi konsumsi tembakau dan meningkatkan penerimaan negara” ujar Vid Adrison, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam acara Webinar dengan tema “Melanjutkan Kembali Kebijakan Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Tembakau” yang diselenggarakan oleh ICJR Learning Hub, Rabu (21/7).

        Baca Juga: Dalam Keadaan Mendesak, Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau

        Sayangnya, di Indonesia sendiri sistem cukainya masih sangat kompleks karena penetapan tarif dari satu rokok tertentu tergantung pada empat komponen, yakni golongan produksi, teknik produksi, jenis rokok, dan harga.

        Kompleksnya sistem cukai tembakau di Indonesia, menurut Vid, menjadi pangkal penyebab tujuan cukai untuk tembakau menjadi tidak optimal. Sistem cukai yang kompleks ini juga menyebabkan adanya praktik Tax Avoidance atau penghindaran pajak yang bersifat legal karena ada celah hukum yang dimanfaatkan.

        Agar efektif, Vid merekomendasikan simplikasi tarif cukai tembakau dilakukan secara jelas dan konsistensi. Kejelasan dan konsistensi ini penting mengingat roadmap penyederhanaan yang sebelumnya telah dicanangkan Pemerintah akhirnya dibatalkan “Padahal, di tahun 2017 ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) tentang simplifikasi bahwa tahun 2019 sekian (kenaikannya, red), 2020 sekian, dan seterusnya. Somehow, 2019 tidak jadi, jadi dianulir,” paparnya.

        Baca Juga: Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Sebaiknya Cukai Rokok Tidak Naik

        Herni Ramdlaningrum, Program Manager The Prakarsa, menyatakan menyederhanakan struktur tarif cukai tembakau saat ini merupakan salah satu langkah tepat untuk pengendalian konsumsi tembakau. Simplifikasi akan membuat perbedaan harga rokok yang ada di pasaran menjadi berkurang sehingga peredaran rokok murah dapat ditekan. “Menyederhanakan tarif itu menyederhanakan ketersedian harga agar tidak terlalu banyak bagi konsumen,” ujar Herni.

        Sementara itu, Rafendi Djamin, Senior Advisor Human Rights Working Group, menegaskan pengendalian konsumsi tembakau merupakan tanggung jawab negara yang merupakan bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan warga negara. Hal ini, lanjutnya, harus dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Indonesia dalam forum-forum internasional di sektor HAM.

        Dia menjelaskan, ada tiga unsur hak asasi manusia yang tidak terpenuhi akibat kebijakan cukai yang tidak ideal seperti struktur tarif cukai yang kompleks. Pertama adalah unsur menghargai yang termasuk di dalamnya terkait konteks pengendalian tembakau. Kedua adalah melindungi, yang diartikan sebagai bentuk dan langkah kebijakan serta penegakannya. Selanjutnya adalah unsur memenuhi, yang menyangkut akses pelayanan kesehatan.

        Febri Pangestu, Analis Kebijakan pada Pusat Kebijakan Pendapat Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengakui bahwa kompleksitas sistem cukai memberikan alternatif pada konsumen untuk beralih pada rokok yang lebih murah.

        "Kalau struktur tarif cukai banyak tier, memang akan memberi alternatif bagi konsumen untuk switching atau down trading, untuk berpindah ke tier yang lebih murah. Di 2 tahun terakhir, memang ada kecenderungan seperti itu."

        Disinggung mengenai waktu Pemerintah akan melaksanakan simplifikasi, Febri menyatakan harapan agar hal tersebut segera terlaksana.

        “Ya semoga lekas dilaksanakan. Bahwa kita (Kemenkeu) mengakui membagi berbagai kriteria (layer sistem cukai), mungkin hanya Indonesia saja yang melakukan di seluruh dunia. Negara lain tidak ada. WHO juga sering menyinggung. Dan terkait penghindaran pajak, kemenkeu berusaha memperhatikan impact di industrinya seperti apa supaya tidak menimbulkan gejolak dari sisi produsennya yang layer layer bawah." ujar Febri.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: