Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Akademisi Bongkar Cara Elite Lakukan Kejahatan Kerah Putih di Papua, Uang Rakyat Hilang...

        Akademisi Bongkar Cara Elite Lakukan Kejahatan Kerah Putih di Papua, Uang Rakyat Hilang... Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Akademisi yang juga pemerhati Otsus Papua, Marinus Yaung, mengungkapkan dari anggaran Rp198 triliun yang mengendap di kas daerah Pemda Provinsi se–Indonesia, ditemukan sekitar Rp1,85 triliun anggaran Provinsi Papua yang didepositokan di bank.

        Padahal Anggaran tersebut diperuntukkan guna membiayai bidang pendidikan dan kesehatan, serta menggerakkan ekonomi masyarakat Papua. Baca Juga: Gara-Gara Rektor UI, Tokoh Papua Blak-blakan Pol, Pak Jokowi Gak Ada Kemajuan, Harus Disudahi..

        Marinus pun berpendapat bahwa itu bagian dari bentuk tindak pidana korupsi sebenarnya. Karena penggunaan anggaran negara tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal tersebut dia sampaikan setelah mengikuti rapat anggaran Menteri Keuangan bersama DPR RI.

        "Uang yang seharusnya diberikan kepada tenaga nakes dalam penanganan covid di Papua, tetapi didepositokan di bank dan bunga banknya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ini bentuk kejahatan kerah putih. Bentuk kejahatan yang dilakukan pejabat dan elit untuk mencuri uang rakyat dengan cara halus dan terhindar dari sanksi hukum,” ungkapnya, kepada wartawan, Senin (27/7/2021) kemarin. Baca Juga: Jelaskan Maksud Drama Risma Soal Dipindah ke Papua, Dirjen: ASN Harus Mau Tinggalkan Keluarga

        "Bentuk kejahatan kerah putih yang lazim dilakukan pejabat daerah adalah pejabat dan elit mengendapkan uang APBD sekitar 10 persen dari APBD. Lalu bunga dari deposito bank, dinikmati pejabat dan para elit di Papua," lanjutnya.

        Menurut Marinus, kalau depositonya di bank Rp1 triliun, dengan bunga bank 3 atau 4 persen saja, itu sudah memberikan keuntungan Rp30 sampai Rp40 miliar per bulan bagi akun bank pemilik deposito. Modus korupsi pejabat dan elit Papua seperti ini, adalah bentuk kejahatan mencuri uang rakyat tanpa merugikan keuangan negara.

        "Secara hukum dan administrasi, yang dilakukan pejabat Papua dan para elit dengan menikmati bunga bank dari deposito Rp1,85 triliun dana Otsus Papua, bukanlah tindak pidana korupsi. Tetapi dari sisi etika dan norma, rasanya tidak adil dan tidak berperikemanusiaan," jelasnya.

        "Banyak orang Papua meninggal karena minimnya fasilitas kesehatan dan buruknya pelayanan kesehatan. Namun dana untuk kesehatan dipedamkan di bank," tambah Marinus.

        Baca Juga: Drama Risma Ngamuk-Ngamuk Bukannya Mengundang Pujian, Malah Dituding Rendahkan Warga Papua

        Akademisid ari Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua, ini juga mengatakan bahwa untuk saat ini masih sulit mengharapkan kemajuan dan peningkatan pembangunan di Papua kalau para pejabat dan birokrat korup masih berkuasa dan menentukan kebijakan di Pemerintah daerah di Papua.

        Selain itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua (DPRP) Jhony Banua Rouw sempat mempertanyakan dana Sisa Lebih Pengunaan Anggaran (SILPA) tahun 2020 sebesar Rp3,27 triliun lebih yang ada di Pemerintah daerah Provinsi Papua.

        Terkait dengan itu, Marinus pun tidak terlalu yakin bahwa Ketua DPRP bisa meminta transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban dana SILPA tahun anggaran 2020 tersebut dengan berhasil.

        "Karena kejahatan kerah putih dalam kasus dana otsus, juga melibatkan elit politik di DPRP. Elit politik DPRP banyak yang bermain proyek dengan Pemda," ungkap Marinus.

        "Praktek kejahatan kerah putih di Papua, setiap tahun anggaran pasti terjadi dan melibatkan pejabat dan elit politik partai di dewan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: