Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ngeri! Dokter Ungkap 31 Persen Remaja Jakarta Kecanduan Internet, Tertinggi di Dunia

        Ngeri! Dokter Ungkap 31 Persen Remaja Jakarta Kecanduan Internet, Tertinggi di Dunia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dokter spesialis kedokteran jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Kristiana Siste Kurniasanti mengungkapkan, sebesar 31,4 persen remaja di Jakarta mengalami kecanduan bermain internet. Dengan jumlah ini, tingkat kecanduan internet remaja Jakarta menjadi yang tertinggi di dunia.

        “Ini adalah data penelitian sebelum Covid-19. Ada 31,4 persen remaja di Jakarta mengalami kecanduan di internet. Angka ini menjadi angka yang cukup tinggi di dunia. Jadi, masalah ini ternyata ada di Indonesia," kata Kristiana, dalam talkshow virtual “Lindungi Anak Dari Penyalahgunaan NAPZA”, seperti dikutip Antara.

        Baca Juga: Survei: Separuh Lebih Pengguna Media Sosial di Asia Tenggara Khawatir dengan Deepfake

        Kristiana menjelaskan, 91 persen anak mengakses internet di rumah. Dengan kondisi ini, seharusnya orang tua telah mengetahui bahwa anak tersebut telah mengalami kecanduan bermain internet.

        “Pada remaja, 18,3 persen mengalami kecanduan internet. Jadi, satu dari lima orang mengalami kecanduan internet. Untuk dewasa muda, yang artinya berusia 18 tahun ke atas, itu adalah sekitar 15 persen,” bebernya.

        Kristiana menerangkan, anak kecanduan bermain internet terutama game online, disebabkan merasa permainan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Pertama, ada kebutuhan otonomi. Di game online, anak bisa memilih avatarnya sendiri. 

        Kedua, di games  dia bisa berkompetisi dan menang. Kemudian dia merasa diapresiasi. Ketiga, saat dia bermain games online, reward bisa secepatnya didapat.

        Kristiana menegaskan, agar anak tidak kecanduan bermain game, perlu ada apresiasi dari orang tua. Agar anak merasa diakui, merasa memiliki tempat, dan tidak lagi membutuhkan apresiasi dari dunia virtual.

        Psikolog Ifa Hanifah Misbach mengatakan, saat anak tidak mendapatkan tempat baik di rumah atau di sekolah. Ketika mereka tidak dapat dukungan dan keunikannya tidak di apresiasi, anak akan mencari pergaulan yang bisa menerima dirinya.

        “Intinya, ketika remaja tidak merasa sesuai dengan standar orang dewasa itu, pasti terdorong memilih kegiatan yang menantang buat dia,” kata Ifa, menjelaskan alasan bahayanya anak yang merasa kurang diapresiasi.

        Ifa mengajak orang tua untuk menyadari bahwa remaja memiliki efek penumpukan emosi yang tidak tersalurkan. Sehingga anak remaja tidak hanya butuh disalurkan emosinya, tapi namun butuh untuk diledakkan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: