Minat baca di Indonesia menempati kelompok terbawah di antara negara-negara di dunia. UNESCO mengungkapkan, rasio minat baca di Tanah Air hanya 0,001%. Itu artinya, dari 1.000 orang di Indonesia, hanya ada 1 orang yang gemar membaca. Akses terhadap bahan bacaan turut memicu rendahnya minat baca di Indonesia. Di Benua Eropa dan Amerika, akses bahan bacaan menembus angka 20 hingga 30 buku per orang setiap tahunnya. Sementara di Indonesia, rasio jumlah buku dan jumlah penduduk belum mencapai satu buku per orang setiap tahunnya.
Selain karena akses bahan bacaan yang minim, rendahnya minat baca di Indonesia juga dipengaruhi oleh paparan teknologi, di mana saat ini gawai dan media sosial bisa dibilang adalah segalanya bagi masyarakat. Banyak hal yang bisa dilakukan masyarakat melalui media sosial, terutama dalam hal mencari hiburan. Setiap harinya, masyarakat sibuk berselancar di dunia maya hingga menyentuh buku untuk membaca pun menjadi ternomorduakan.
Baca Juga: The Power of Baca Sampai Tuntas Eps 6: Azhar Nurun Ala
Padahal, kemampuan atau literasi membaca dibutuhkan dalam banyak aspek kehidupan, termasuk dalam proses kreatif seperti halnya menulis sebuah karya. Berangkat dari keresahan tersebut, Warta Ekonomi Group yang terdiri atas wartaekonomi.co.id dan herstory.co.id menggagas campaign #BacaSampaiTuntas untuk turut meningkatkan minat baca di Indonesia.
Melalui campaign #BacaSampaiTuntas, Warta Ekonomi Group mengajak masyarakat untuk membudayakan membaca secara tuntas setiap informasi dan bacaan yang diterima sehingga mendapat pemahaman yang utuh dan menyeluruh.
Sebagai bagian dari campaign #BacaSampaiTuntas, Warta Ekonomi Group melakukan bincang-bincang dengan penulis sekaligus artist manager, Diego Christian. Berikut ini merupakan hasil bincang-bincang jurnalis Warta Ekonomi Group Witri Nasuha bersama dengan Diego Christian.
Bicara mengenai buku, tentu berkaitan dengan aktivitas membaca. Menurut Kak Diego, bagaimana potret minat baca di Indonesia saat ini?
Hari ini sepertinya orang-orang lebih suka membaca tulisan dalam medium yang sedikit. Kadang-kadang aku merasa bahwa anak-anak yang lahir di tahun 70 atau 80-an, mereka masih punya endurance untuk membaca tulisan yang panjang karena terbiasa membaca koran setiap harinya. Sekarang ini tentang bagaimana kita bisa menyuapi saja, apalagi banyak orang yang ingin serba praktis. Seperti makanan saja sudah bisa diantar langsung ke rumah.
Mungkin dalam hal bacaan, orang lebih senang dibuat dalam bentuk grafik. Jadi agak disayangkan faktanya seperti itu. Begitu pula dengan buku yang akan menjadi booming jika sudah dialihkan menjadi film, webtoon, atau hal lainnya. Padahal, membaca itu penting karena bisa membantu menciptakan kerangka berpikir kita, melihat dari sudut pandang yang berbeda dan membantu kita dalam mengambil suatu keputusan.
Tak bisa dimungkiri, minat baca negara kita terbilang rendah. Nah, apakah hal itu turut menjadi tantangan bagi Kak Diego sebagai seorang penulis?
Tantangannya adalah bagaimana kita bisa "ngulik" dengan apa yang sedang terjadi di zaman ini. Kalau minat baca mereka rendah, konten yang kita buat harus bisa menarik perhatian mereka. Cara membuat konten yang lebih baik adalah perbanyak riset, salah satunya dengan membaca.
Banyak orang hebat seperti penyanyi terkenal Mariah Carey yang sejak kecil membaca koran dan buku supaya bisa membuat lirik lagu yang pas didengar oleh penggemarnya. Selain itu, dengan membaca seorang penulis lagu juga dapat mengetahui diksi yang ingin digunakan seperti apa, atau mengubah cara berpikirnya juga sehingga karyanya akan lebih baik. Membaca itu banyak manfaatnya.
Menulis buku tentu harapannya bisa dibaca dan dinikmati oleh orang lain. Namun kalau dari sisi Kak Diego sebagai seorang penulis, apa sih manfaat yang didapat dari membaca?
Manfaat yang didapat itu sudah pasti sih menambah cara aku dalam melihat sesuatu. Misalnya seperti ini, ada pandangan hidup kalau kita harus peduli terhadap segala sesuatu. Namun, semenjak saya membaca buku berjudul The Subtle Art of Not Giving a F*ck, saya jadi bisa bersikap lebih "bodo amat" dalam hidup, tentunya dalam konotasi yang positif, ya. Jadi dengan membaca satu buku saja itu seperti bergeser dari tempat kita berdiri untuk melihat sesuatu dari cara pandang yang berbeda.
Menurut Kak Diego, seberapa berpengaruhnya aktif dan konsisten membaca terhadap proses menulis karya?
Menurut saya itu penting. Misalnya, saya sedang berbicara dengan seseorang yang menguasai suatu topik pembicaraan. Jika kita pernah membaca tentang hal tersebut, kita bisa langsung tahu topik yang dibahas, bahkan jika kita tidak se-expert orang yang sedang menjadi lawan bicara, tetapi setidaknya kita bisa tahu basic-nya. Karena kita sudah punya wawasan, walau tidak secara mendalam ya. Memang benar, membaca itu sangat membantu aku, terutama untuk keperluan research.
Kak Diego mempunyai kekhususan sendirikah mengenai bacaan yang disukai?
Tidak juga sih. Namun sebenarnya, aku suka baca buku yang sedang hype. Misalnya, belum lama ini muncul buku yang berjudul Sapiens. Jadi, buku ini menceritakan tentang sejarah manusia sejak zaman purba. Aku sendiri senang karena bisa mempelajari apa yang tidak aku ketahui sebelumnya, dan mungkin jadi bahan pembicaraan yang menarik.
Kita masuk ke bagian tips nih untuk teman-teman yang mau mulai menulis karya. Menurut Kak Diego, apa yang harus dilakukan untuk memulai sebuah proses kreatif seperti halnya dalam menulis?
Mulai menulis dari apa yang sedang kamu sukai. Aku sendiri itu awalnya menulis diary saat SD. Aku mencurahkan apa yang ada di kepala aku dan merasa sedang berada di dunia aku sendiri. Saat itu aku bahkan tidak terpikir jika buku yang aku tulis bakal ada di toko buku atau perpustakaan. Aku akan melakukan kegiatan yang aku suka.
Baca Juga: The Power of Baca Sampai Tuntas Eps 5: Budi Setyarso
Karena buku diary sudah tidak bisa menampung tulisan yang sudah banyak, aku pun membeli buku tulis untuk menulis puisi dan cerpen. Suatu hari tulisan tersebut dibaca oleh guru SMP saat itu. Guru SMP aku pun mengatakan jika tulisan tersebut masih lompat-lompat belum beraturan sehingga aku pun mulai mencari warna tulisanku sendiri. Nah, warna tulisan ini bisa kita dapatkan dari membaca karya hasil ciptaan banyak penulis.
Tips apa nih yang bisa diberikan kepada teman-teman jika ingin karya atau tulisannya itu menjadi lebih kaya, baik dalam tema, cerita, dsb.?
Tulis apa yang kita suka dan jika ingin jadi penulis serius harus bisa menerima kegagalan. Karena buku aku baru benar-benar diterbitkan di penerbit kedelapan. Menurut aku, kita harus membuka diri di saat karya kita sudah bisa diakses oleh banyak orang harus bersiap menerima kegagalan dan banyak bekerja keras dalam meraih itu.
Sudah tidak terhitung berapa kali aku ikut seminar atau mencoba peruntungan dari mengikuti lomba. Lantas aku mulai berpikir, jika di penerbit keempat saja sudah menyerah, orang-orang tidak akan mengenal aku sebagai penulis. Jadi saranku jika kamu ingin terjun sebagai seorang profesional dan bisa dikenal, kalian harus bisa menerima rasa gagal itu. Sedih itu pasti, tetapi tetap bangkit untuk menulis kembali.
Di luar konteks membaca fiksi, menurut Kak Diego, apa pentingnya dan kenapa harus #BacaSampaiTuntas?
Kalau misalnya tidak baca tuntas, konsep yang diberikan seseorang itu bisa induktif atau deduktif, kesimpulannya bisa di awal atau diakhir. Jika tidak membaca sampai akhir, kita tidak akan tahu konsep finalnya seperti apa, entah itu good ending atau bad ending. Membaca sampai tuntas itu juga bisa melatih endurance untuk membaca.
Selain itu, kita bisa melatih otak untuk menyimpulkan setelah membaca semuanya. Aku sendiri tipikal orang yang membaca berbagai buku, tetapi tetap berusaha menghabiskan buku tersebut. Kecuali ada buku yang benar-benar membosankan, walau jarang terjadi pada buku-buku yang aku beli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: