Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonom Senior INDEF Sebut Belum saatnya Menarik PPKM

        Ekonom Senior INDEF Sebut Belum saatnya Menarik PPKM Kredit Foto: Antara/Ardiansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonom Senior, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Drajad Prabowo, mengungkapkan bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih belum menunjukan situasi kondusif, kebijakan PPKM sebaiknya diperpanjang.

        "Kita lihat dari sisi kesehatan publik dan ekonomi kesehatan. Saya menggunakan elastisitas produksi kesehatan dan sudah diterima untuk dipakai sebagai salah satu kriteria apakah pembatasan sosial seperti PPKM sudah bisa dilonggarkan atau dilanjutkan," ujarnya dalam diskusi publik Merespons Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022, Selasa (17/8/2022).

        Baca Juga: INDEF Ingatkan Potensi Inflasi 3 Persen di 2022

        Drajad mengatakan, pertimbangan indikator kelonggaran PPKM dapat dilakukan jika nilai elastisitas produksi kesehatan berada pada angka nol sampai satu. Hal tersebut juga diperkuat dengan risiko eskalasi penambahan kasus Covid-19 yang kembali rendah.

        Jika elastisitas produksi kesehatan berada di atas angka 1, pelonggaran kebijakan PPKM tidak direkomendasikan. Metode ini sudah dipraktikan Drajad dalam studi kasus di negara Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Italia, dan Jerman.

        "Perkembangan elastisitas produktivitas kesehatan kasus harian Covid-19 di Indonesia saya potongĀ  dari 1 Juni sampai 16 Agustus. Kita lihat 1 Juni, kita belum bisa dilonggarakan kalau kita hubungankan dengan kesehatan publik dan ekonomi kesehatan," jelasnya.

        Menurut pria yang juga Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) itu, penerapan PPKM Darurat dan PPKM Mikro memberikan sumbangsih atas menurunnya elastisitas produksi kesehatan yang pada per 16 Agustus mencapai angka 3,24 poin.

        "Sebelumnya, pada 16 Juli elastisitas produksi kesehatan mengalami kondisi puncak sebesar 9,61 poin atau dalam setiap persen satuan waktu menyebabkan kenaikan kasus menjadi 9,61 kali lipat," terangnya.

        Elastisitas produksi kesehatan yang sempat mengalami masa puncak tersebut yang mengakibatkan Indonesia dianggap sebagai episentrum kasus Covid-19 di dunia.

        "Meski mengalami penurunan, kalau kita murni melihat dari sisi kesehatan publik dan ekonomi kesehatan dengan kriteria elastisitas produksi kesehatan, sebenarnya belum saatnya melonggarkan PPKM walaupun sebenarnya sudah lama kita jalani," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: