Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jaga Uang Rakyat, Fraksi PKS Ajukan Minderheids Nota Laporan Pertanggungjawaban APBN 2020

        Jaga Uang Rakyat, Fraksi PKS Ajukan Minderheids Nota Laporan Pertanggungjawaban APBN 2020 Kredit Foto: Instagram/Jazuli Juwaini
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Fraksi PKS DPR RI menggelar konferensi pers menyikapi Pembahasan RUU Tentang Laporan Pertanggungjawaban APBN 2020 (Senin, 6/9) yang dipimpin langsung oleh Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dan didampingi Ecky Awal Mucharram (Wakil Ketua Fraksi Bidang Ekku/Anggota Banggar), Sukamta (Wakil Ketua Fraksi Bidang Polhukam), Anis Byarwati (Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan/Pimpinan BAKN), dan Suryadi (Wakil Sekretaris Fraksi PKS).

        Dalam kesempatan tersebut, Fraksi PKS menjelaskan sikap dan mengajukan mengajukan nota keberatan atau minderheids nota yang berisi 28 catatan kritis dan tajam atas kinerja anggaran pemerintah tahun 2020. 

        Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan sebenarnya Fraksi PKS bisa menolak laporan APBN 2020 tapi demi kemaslahatan yang lebih besar Fraksi PKS mengajukan nota keberatan.

        "PKS memberikan minderheids nota berisi 28 catatan kritis, tajam, dan mendasar. Kami meminta agar seluruh catatan kritis PKS diperhatikan dan ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerja APBN ke depan," kata Jazuli dalam acara tersebut, Senin (6/9/2021).

        "Kenapa kami sangat kritis karena di masa pandemi pemerintah tidak hanya bersandar pada UU APBN yang disepakati bersama DPR tapi juga Perppu yang diteken Presiden dan kami tolak dulu. Sehingga PKS harus memastikan tidak ada penyelewengan dan abuse of power dalam pengelolaan uang rakyat," ungkap Jazuli.

        Tidak ada korupsi dan kebocoran dalam pelaksanaan anggaran, termasuk juga dalam penerimaan pendapatan.

        Fraksi PKS juga berharap pemerintah efektif dan efisien dalam mewujudkan APBN pro rakyat sebaliknya menekan anggaran yang tidak terserap (silpa). Apalagi sebagiannya diperoleh dari utang luar negeri pemerintah.

        Di tengah pandemi covid anggaran harus dibelanjakan secara optimal untuk mengatasi dampak pandemi dan menyelamatkan rakyat, bukan malah tidak terserap.

        "Fraksi PKS menyoroti fundamental APBN kita yang tidak sehat saat ini. Mulai dari membengkaknya utang pemerintah dan bunganya tiga kali lipat batas yang direkomendasikan dan menjadi beban generasi mendatang. Pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas," tambahnya.

        "Kesinambungan fiskal yang mengkhawatirkan. Tingginya silpa atau anggaran yang tidak terserap. Hingga rendahnya kinerja pendapatan pemerintah. Ini yang kita soroti secara tajam dalam laporan pertanggungjawaban APBN 2020 sehingga kita ajukan minderheids nota," tandas Jazuli.

        Catatan Kritis Fraksi PKS Terhadap RUU Pertanggungjawab APBN 2020

        Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Ecky Awal Mucharram mengungkapkan secara umum kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2020 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya penanganan pandemi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat.

        Ecky memaparkan sejumlah catatan kritis Fraksi PKS terkait RUU Tentang Pertanggung-jawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 yang akan segera disahkan.

        Pertama, Fraksi PKS berpendapat buruknya kinerja Pemerintah dalam pengelolaan utang dan diperparah pada masa pandemi Covid-19. Tercatat total utang Pemerintah pada tahun 2020 mencapai Rp6.080,08 triliun atau 39,4 persen terhadap PDB.

        Tingginya utang juga diiringi dengan melonjaknya beban bunga yang dibayarkan. Nilai ini menjadi sejarah baru bahwa akumulasi utang, persentase peningkatan dalam satu tahun anggaran, dan rasio utang terhadap PDB tahun 2020 menjadi yang tertinggi.

        Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan Penerimaan Negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang. 

        Kedua, Fraksi PKS berpendapat pemerintah menghadapi persoalan serius terkait dengan kesinambungan fiskal. Realisasi keseimbangan primer pada 2020 tercatat sebesar negatif Rp633,61 triliun.

        Ketiga, Fraksi PKS berpendapat adanya pengendalian intern yang lemah dalam pengelolaan pembiayaan investasi Pemerintah. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya.

        Keempat, Fraksi PKS berpendapat realisasi defisit anggaran sebesar sebesar Rp947,70 triliun atau 91,19 persen dari estimasi APBN sebesar Rp1.039,21 triliun. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya.

        Kelima, Fraksi PKS berpendapat Pemerintah harus melakukan perbaikan dalam proses perencanaan dan realisasi program. Pada 2020 tercatat adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun atau mencapai 9,46 persen dari total realisasi anggaran belanja.

        Keenam, Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk melaksanakan rekomendasi BPK guna memperkuat realisasi pendapatan negara.  Fraksi PKS menilai realisasi pendapatan negara masih perlu dioptimalkan, walaupun di tengah Pandemi yang terjadi.

        Ketujuh, Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang menunjukkan adanya beberapa pelaporan transaksi pajak yang belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp 21,57 Triliun dan USD 8,26 juta. Tahun 2019 mencapai 9,76 persen, dan tahun 2020 hanya mencapai 8,30 persen.

        Diakhir pemaparan, Ecky mengatakan, Fraksi PKS berpendapat resesi ekonomi tahun 2020 telah menyebabkan indikator'indikator sosial memburuk. Rakyat yang rentan miskin dan hampir miskin yang semakin menunjukan peningkatan. 

        "Jumlah pengangguran tahun 2020 juga memecahkan rekor dengan jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat 2,67 juta orang, sehingga total TPT menjadi sebanyak 9,77 juta jiwa atau 7,07% dari angka angkatan kerja," tutur Ecky.

        "Pada 2020 pengangguran usia muda Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Pengangguran usia muda di Indonesia meroket di angka 20,5%, padahal rata-rata pengangguran angkatan kerja muda di Dunia sebesar 13,7%," tutup Ecky.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: