Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Investasi Jangka Pendek Lebih Diminati, INDEF: Perlu Jaminan Demi Dongkrak Investasi Jangka Panjang

        Investasi Jangka Pendek Lebih Diminati, INDEF: Perlu Jaminan Demi Dongkrak Investasi Jangka Panjang Kredit Foto: Freepik
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menilai saat ini investor lebih memilih investasi yang bersifat jangka pendek. Pasalnya, situasi krisis dari tahun ke tahun cenderung terjadi dalam kurun waktu yang lebih singkat.

        "Sepanjang 2008-2019, gejolak ekonomi dunia bersumber dari sektor keuangan, energi, maupun perdagangan. Kemudian, 2020 pandemi. Investor melihat krisis lebih pendek, investasi jadi lebih ke jangka pendek," kata Aviliani dalam webinar INDEF, Rabu (8/9/2021).

        Baca Juga: Kolaborasi Menteri Investasi dengan INDEF Kembangkan Kebijakan Investasi

        Menurutnya, hal tersebut dapat terlihat dari penawaran obligasi yang laris saat ini. Jika tren ini terus berlanjut, pada akhirnya akan menghambat investasi jangka panjang Indonesia. Padahal, saat ini Indonesia membutuhkan investasi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan sektor riil dan proyek strategis.

        Oleh karena itu, ia memandang pemerintah perlu memberikan jaminan bagi para investor agar mereka tertarik memilih investasi jangka panjang. Apabila pemerintah tak memberikan jaminan, Aviliani mengasumsikan investor akan tetap memilih investasi jangka pendek dalam beberapa waktu ke depan.

        "Kalau mereka [investor] disuruh full investasi secara penanaman modal asing (PMA), kelihatannya beberapa tahun ini cukup menurun," ungkapnya.

        Adapun krisis yang terjadi selama satu dekade belakangan yang menyebabkan gejolak ekonomi global, kata Aviliani, mencakup tujuh momentum.

        Awalnya, dimulai pada 2008 saat terjadi krisis keuangan global dan krisis minyak. Empat tahun berikutnya, yakni pada 2012, terjadi krisis utang Uni Eropa. Kemudian, terjadi taper tantrum setahun setelah krisis tersebut.

        Lalu, terjadi situasi krisis lagi pada 2015 yang kembali menyerang sektor perminyakan dunia. Selanjutnya, ada penyesuaian suku bunga acuan The Fed pada 2018. Kemudian terjadi peningkatan tensi perekonomian global seiring adanya perang dagang Amerika Serikat dan Cina pada 2019. Hingga akhirnya kondisi perekonomian global semakin krisis akibat serangan pandemi Covid-19.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: