Anies Baswedan akan berakhir menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2022. Karena Pilgub DKI baru digelar 2024, serentak dengan Pemilu Legislatif dan Pilpres, posisi Gubernur DKI akan kosong 2 tahun lebih. Normalnya, pemerintah akan mengangkat Penjabat (Pj) untuk mengisi kekosongan itu. Namun, ada juga yang mengusulkan agar Anies bisa diperpanjang sampai 2024. Apa bisa?
Gelaran Pemilu serentak pada 2024 berdampak pada kekosongan kepemimpinan di daerah yang cukup lama. Soalnya, pilkada yang harusnya digelar 2022 dan 2023, digeser pada 2024. Total, ada 25 gubernur yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023. Rinciannya, 8 gubernur pada 2022 dan 17 gubernur pada 2023.
Baca Juga: Teriak Anies Pembohong, Fadli Zon hingga Pengamat Politik Kompak Sekakmat Giring
Nah, khusus untuk 2022, kekosongan jabatan gubernur ini akan terjadi dalam waktu yang lama, sekitar 2 tahun. Sebab, Pilkada Serentak baru digelar pada November 2024. Belum lagi kalau terjadi sengketa dan pemilihan ulang, bisa-bisa gubernur terpilih baru dilantik pada 2025.
Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan khawatir, situasi ini akan menimbulkan banyak masalah. Soalnya, belum ada tradisi seperti ini. "Seorang Pj biasanya hanya mengisi kekosongan dalam hitungan bulan selama masa transisi kepemimpinan. Sekarang bisa sampai 2,5 tahun lebih. Ini waktu yang lama. Belum ada preseden yang cukup," katanya, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka belum lama ini.
Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri ini kemudian memaparkan beberapa catatan penting. Pertama, soal legitimasi. Ada perbedaan legitimasi kepala daerah yang diangkat dengan yang terpilih dari hasil pilkada. Ada kekhawatiran akan ada konflik kepentingan. Khawatir Pj memberikan perhatian ke pejabat yang mengangkatnya. Apalagi, Pj ini nantinya akan mengawal Pilkada. Padahal, untuk ini butuh orang yang matang dan berpengalaman.
"Khawatir terjadi gangguan dalam kualitas Pemilu dan Pilkada 2024," ungkapnya.
Kedua, kewenangan Pj tidak penuh, terutama terkait penetapan APBD. Begitu juga dalam hal mutasi kepegawaian. Pj harus konsultasi dan minta izin dulu kepada Pemerintah Pusat. Ketiga, penanganan Covid-19. Dikhawatirkan Pj tidak punya pengalaman dalam penanganan Covid. Berbeda dengan kepada daerah yang selama ini memang berjibaku mengatasi Covid.
Keempat, relasi dengan DPRD. Tentu ada perbedaan seorang ASN berkomunikasi dengan DPRD yang dari parpol. Dikhawatirkan dari segi relasi politik terjadi ketidaklancaran. Kelima, Pj hanya menjabat sebagai gubernur. Tidak ada wakilnya. Berbeda kalau kepala daerah yang diperpanjang. Kepemimpinan daerah kuat karena punya wakil.
Keenam, ASN yang menjadi Pj tidak melepas jabatannya sebagai eselon 1. Djohermansyah lalu menceritakan pengalamannya saat menjadi Dirjen Otda kemudian ditunjuk menjadi Pj Gubernur Riau. Saat itu, dia mengurusi dua pekerjaan dan harus bolak-balik Jakarta-Riau. "Konsentrasi tidak fokus kepada tugas di daerah. Karena berbagi dengan jabatan sebagai pejabat eselon 1," paparnya.
Atas berbagai kekhawatiran itu, ia mengusulkan agar masa jabatan kepala daerah diperpanjang hingga 2024. Termasuk, masa jabatan Anies. Dia yakin, hal itu akan lebih efektif dan mempunyai legitimasi lebih kuat. "Wacana ini baiknya dipertimbangkan Pemerintah dengan serius," pintanya.
Apakah memungkinkan? Dia bilang, kalau pemerintah mau, bisa. Tinggal merevisi Pasal 201 ayat 9, 10, dan 11 UU Pilkada. Redaksionalnya diganti menjadi, kalau ada kekosongan jabatan, untuk mengisi kekosongan diisi kepala daerah dan wakil yang sedang menjabat. "Saya kira, kalau serius, sebulan jadi. Hanya revisi tiga ayat. Manfaatnya lebih besar dan prosedurnya tidak sulit," ulasnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saat Mustofa mengaku belum tahu usulan perpanjangan masa jabatan gubernur hingga 2024. Kata dia, sampai saat ini, tidak ada rencana memperpanjang masa jabatan gubernur. Kekosongan jabatan gubernur akan diisi Pj sebagaimana diatur UU Pilkada.
"Selama ini tidak ada masalah saat Pj mengisi jabatan gubernur. Penetapan APBD bisa berjalan lancar. Begitu juga dengan rotasi kepegawaian. Setelah dikonsultasikan dan mendapat izin Pemerintah Pusat, semua berjalan lancar saja," kata Saan kepada Rakyat Merdeka.
Bagaimana tanggapan Pemerintah? Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan menyatakan, pihaknya menerima masukan dari Djohermansyah tersebut. Kata dia, wacana tersebut bisa jadi bahan diskusi yang dibahas bersama-sama. Namun, untuk saat ini, Kemendagri belum mengkaji wacana tersebut.
Ia menegaskan, Kemendagri tetap berpegang pada UU Pilkada. Merujuk pada pengalaman, penunjukan Pj saat 2020 berjalan baik. "Berdasarkan pengalaman kita di 2020, untuk 270 kabupaten/kota dan provinsi sejauh ini bisa berjalan dengan baik," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum