Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IFSoc Dukung Pertumbuhan Neobank di Indonesia, Bank Konvensional Mulai Beranjak ke Model Digital

        IFSoc Dukung Pertumbuhan Neobank di Indonesia, Bank Konvensional Mulai Beranjak ke Model Digital Kredit Foto: SAP
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia Fintech Society (IFSoc) mendukung kerangka aturan principle-based yang diterapkan dalam Peraturan OJK (POJK) dalam mengatur neobank di Indonesia. Kerangka aturan tersebut diharapkan memberi ruang bagi neobank untuk mengembangkan inovasi dan menjaga daya saing, sekaligus memitigasi kemungkinan risiko yang ditimbulkan.

        Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc), Rudiantara, menyatakan dalam pers breafing, Kamis (14/10), "Digitalisasi layanan perbankan adalah keniscayaan dan saat ini bank konvensional sudah mulai beranjak ke model operasi secara digital. Data OJK menyatakan sekitar 85-95% transaksi keuangan di bank BUKU III dan IV sudah dilakukan melalui layanan digital dan di luar kantor bank."

        Baca Juga: Kaspersky: Pembayaran Digital Wilayah Asia Pasifik Diprediksi Capai 1 Triliun Dolar Lebih

        Saat ini, Indonesia telah memiliki tiga regulasi yang mengatur neobank agar dapat beroperasi. Pertama, POJK No.38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Terbitnya aturan tersebut memberikan peluang kepada bank untuk dapat memiliki acuan bank dalam mengendalikan risiko atas pemanfaatan teknologi informasi sehingga operasional bank dapat berjalan dengan baik.

        Di tahun 2018, terbit POJK No.12/POJK.03/2018 Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum sebagai panduan untuk mendukung peningkatan efisiensi operasional bank, meningkatkan kualitas layanan keuangan kepada nasabah dengan lebih cepat, mudah, dan sesuai kebutuhan, serta mendorong inovasi layanan perbankan melalui kolaborasi bank dalam ekosistem digital.

        Terakhir, dengan makin berkembangnya perbankan digital di Indonesia, OJK kemudian menerbitkan POJK No.13/POJK.03/2021 Penyelenggaraan Produk Bank Umum dan POJK No.12/POJK.03/2021 Bank Umum. Aturan ini mempertegas pengertian Bank Digital, yaitu bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), transformasi atau melalui pendirian bank baru yang langsung berstatus full digital banking.

        Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan PADG No. 23/2021 tentang Standar Nasional Open API (SNAP) sebagai salah satu framework regulasi yang mendukung aktivitas neobank. Melalui standardisasi tersebut, koneksi antara lembaga perbankan dan penyelenggara pembayaran menjadi lebih efisien sekaligus mengurangi barrier to entry.

        "Digitalisasi ini juga terdorong oleh pandemi yang menyebabkan terjadi perubahan perilaku masyarakat Indonesia dengan mulai meninggalkan aktivitas kontak fisik," ujar Rudiantara.

        Ia juga menyoroti munculnya sentimen positif terhadap neobank yang terlihat dari besarnya nilai kapitalisasi neobank di dunia. Misalnya, market cap dari KakaoBank di Korea Selatan mencapai 33.16 triliun won (28.3 miliar dolar) dengan jumlah pengguna 25% dari populasi Korea Selatan. Di Indonesia, kapitalisasi dari Bank Jago mencapai Rp209 triliun, melewati nilai kapitalisasi beberapa bank kelas menengah di Indonesia.

        Selain itu, ia juga memperlihatkan bagaimana fintech di Indonesia cukup unggul dalam investasi teknologi serta penciptaan produk yang inovatif dan hyper-personalization.

        "Penggunaan teknologi AI dan machine learning dalam neobank dapat memberikan tambahan manfaat bagi konsumen, seperti kebutuhan pengaturan keuangan pribadi dan bahkan untuk perilaku hidup sehat," imbuhnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nuzulia Nur Rahma
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: