Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sepakati Deklarasi Global Tinggalkan Batubara, Indonesia Perlu Siapkan Peta Jalan Transisi Batubara

        Sepakati Deklarasi Global Tinggalkan Batubara, Indonesia Perlu Siapkan Peta Jalan Transisi Batubara Kredit Foto: Unsplash/Dominik Vanyi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim ke-26 atau COP-26, Indonesia menandatangani deklarasi Global Coal to Clean Power Transition (Transisi Batubara Global Menuju Energi Bersih).

        Pada hari yang sama Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, juga menyatakan bahwa pemerintah mengkaji peluang mempensiunkan dini PLTU batubara dengan kapasitas total 9,3 GW sebelum tahun 2030 (4/11/2021) yang bisa dilakukan dengan dukungan pendanaan mencapai $48 miliar. 

        Meski Indonesia memutuskan untuk tidak terikat pada butir ketiga Global Coal to Clean Power Transition, yang salah satunya menuntut untuk menghentikan penerbitan izin baru dan pembangunan proyek PLTU batubara yang tidak menggunakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon.

        Baca Juga: Sambut Transisi Energi, Ini 3 Tantangan Terbesar yang Dihadapi Perusahaan Pertambangan Batubara

        Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia, khususnya kepemimpinan yang ditunjukan oleh Menteri ESDM di COP-26, untuk mendorong transisi energi yang berkeadilan melalui pengembangan energi terbarukan seluasnya dan melakukan penghentian secara bertahap PLTU batubara sebagai bagian dari aksi Indonesia untuk mencegah krisis global. 

        “Setelah Glasgow pemerintah dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengakselerasi penyusunan peta jalan dan strategi transisi energi di Indonesia secara komprehensif," kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, Jumat (5/11/2021).

        Fabby mengungkapkan ketergantungan pada energi fosil tidak akan berakhir bila kita tidak secara cepat meningkatkan kapasitas energi terbarukan. Sebab, fokus kebijakannya bukan lagi batubara sebagai pilihan pertama, tapi energi terbarukan yang harus menjadi pilihan utama

        Karena itu, transisi energi perlu dirancang benar-benar, dengan prioritas kembangkan dan memanfaatkan energi terbarukan sebanyak-banyaknya dan mengoptimalkan efisiensi energi.

        Fabby juga menekankan bahwa keputusan untuk menghentikan secara bertahap bahan bakar fosil, terutama PLTU merupakan hal yang tak terhindarkan. Tidak hanya dari perspektif penyelamatan iklim, melainkan juga dari sisi keekonomian teknologi.   

        “Terutama dengan adanya inovasi dan harga teknologi energi terbarukan dan teknologi penyimpanan (storage) sudah lebih kompetitif terhadap energi fosil, pemanfaatan energi terbarukan untuk menjamin keandalan penyediaan energi untuk mencapai net-zero emission menjadi semakin layak,” ujarnya.

        Hasil analisis IESR dari kajian Dekarbonisasi Sistem Energi di Indonesia memproyeksikan energi terbarukan yang dilengkapi dengan baterai penyimpanan akan meningkat signifikan pada tahun 2045.

        Pangsa baterai akan mencapai  52% dari total sistem penyimpanan, diikuti oleh hidrogen sebesar 37% dan sistem penyimpanan lainnya sekitar 11%. Pangsa permintaan listrik yang dicakup oleh penyimpanan energi meningkat secara signifikan dari sekitar 2% pada tahun 2030 menjadi 29% pada tahun 2045.

        Adapun untuk pengguna utama penyimpanan baterai akan berasal dari sistem skala utilitas, dan dalam skala yang lebih kecil dari kawasan komersial dan industri, serta sistem perumahan.

        Manager Program Transformasi IESR, Deon Arinaldo memandang sudah tepat mengenai pensiun dini 9,3 GW PLTU batubara dwngan rincian 5.5 GW pensiun dini tanpa pergantian ke pembangkit listrik energi terbarukan dan 3.2 GW pensiun dini dengan pergantian pembangkit energi terbarukan.

        Selaon itu, keputusan tersebut merupakan langkah progresif untuk dekarbonisasi sistem energi Indonesia. Namun, menurut hitungan IESR, untuk mengejar target Persetujuan Paris dan menahan kenaikan temperatur rata-rata global dibawah 1,5 C,  ada sekitar 10,5 GW PLTU yang perlu dipensiunkan sebelum 2030. 

        “Masih ada selisih 1,2 GW yang perlu dipensiunkan dan ini bisa ditargetkan mencakup PLTU di luar wilayah usaha PLN,” ungkapnya.

        Mengacu pada kajian Dekarbonisasi Energi Sistem Indonesia, setidaknya membutuhkan investasi energi terbarukan dan energi bersih lainnya sebesar USD 20-25 miliar per tahun hingga tahun 2030 dan semakin meningkat setelahnya untuk pembiayaan phase out batubara dan pengembangan energi terbarukan untuk mencapai bebas emisi pada 2050.

        Namun, semakin cepat penghentian secara bertahap PLTU batubara akan dapat menghindarkan risiko kerugian finansial dari aset terdampar sektor PLTU batubara yang mencapai USD 26 miliar setelah tahun 2040.

        Menyadari kebutuhan dana yang besar untuk kebutuhan penghentian PLTU batubara secara bertahap, Indonesia bekerja sama dengan ADB telah meluncurkan program Energy Transition Mechanism (ETM) diharapkan akan dapat mengumpulkan sekitar $2,5 hingga $3,5 miliar untuk menghentikan 2-3 pembangkit listrik tenaga batu bara per negara.

        Deon menyebut keberadaan ETM yang akan menyediakan platform pembiayaan. Dengan begitu, diharapkan mampu memberi kejelasan sumber dana untuk mempensiunkan PLTU dan mendorong masuknya aliran investasi yang lebih besar di energi terbarukan.

        "Hal ini penting agar Indonesia dapat merencanakan transformasi sistem energinya dengan optimal,” pungkasnya.

        Baca Juga: Komitmen Kurangi 900 Juta Ton Karbon per Tahun, Ini Inisiatif PLN

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: