Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kebijakan Ini yang Bikin Hilirisasi Sawit Indonesia On The Right Track

        Kebijakan Ini yang Bikin Hilirisasi Sawit Indonesia On The Right Track Kredit Foto: Antara/Bayu Pratama S
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono menyatakan, hilirisasi sawit Indonesia telah berjalan dengan baik. Dukungan regulasi pemerintah berupa kebijakan pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) sawit menjadi salah satu faktor yang mendorong program hilirisasi tersebut. 

        Lebih lanjut dijelaskan Joko, dalam satu dekade terakhir, komposisi produk sawit yang diekspor sama yakni sudah bukan lagi didominasi CPO. Pada 2020, porsi ekspor CPO tidak lebih dari 20 persen dan yang paling besar justru produk olahan dalam bentuk refined, bleached, and deodorized (RBD) yang memiliki banyak variasi; oleokimia; biodiesel; olahan minyak kernel (crude palm kernel oil/CPKO); dan produk yang sudah diolah melalui processing di dalam negeri. 

        Baca Juga: Aplikasi Artificial Intelligence Jawab Persoalan Pendampingan Petani Sawit

        “Jadi sebenarnya, ekspor CPO itu sudah minimal, ini bukti bahwa hilirisasi di Indonesia sudah berjalan baik, on the right track. Dan saya pikir tren ini masih akan seperti ini ke depan,” ungkap Joko dalam tayangan BeritaSatu TV pada Kamis (18/11).

        Dikatakan Joko, harga CPO dan produk hilir seperti RBD di pasar internasional sebenarnya mirip atau tidak jauh berbeda. Bahkan seringkali harga RBD lebih mahal atau sebaliknya, harga CPO yang justru kadang lebih mahal. 

        Namun di Indonesia, dengan diberlakukannya kebijakan PE yang tujuannya untuk pengembangan industri sawit, PE CPO dan RBD dibedakan. Dengan kebijakan tersebut, tarif PE CPO ditetapkan lebih tinggi dibandingkan PE RBD. Tidak hanya itu, jika semakin tinggi harganya maka semakin besar pula tarif PE yang ditetapkan.

        Di sisi lain, Indonesia juga menerapkan kebijakan BK, yang apabila dikombinasikan antara PE dan BK pada berbagai level harga maka akan semakin besar pula tarif PE dan BK.

        “Inilah yang menyebabkan ekspor sawit Indonesia lebih didominasi olahan, artinya mengekspor olahan lebih menguntungkan daripada mengekspor CPO karena efek atau dampak dari PE dan BK. Saya ingin mengatakan, hilirisasi sawit di Indonesia itu relatif berjalan dengan baik karena didukung oleh kebijakan PE dan BK,” jelas Joko.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: