Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jelang Nataru, Satgas Ingatkan: Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati

        Jelang Nataru, Satgas Ingatkan: Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati Kredit Foto: BNPB
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menjelang periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022, Pemerintah telah bersiaga atas peluang lonjakan kasus Covid-19. Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menegaskan, setidaknya ada 4 indikator yang memengaruhi dan menjadi pemicu.

        Keempat indikator itu adalah mobilitas penduduk, cakupan vaksinasi, kepatuhan protokol kesehatan, dan angka Reproduksi efektif (RT) atau tingkat penularan/infektivitas virus. Keempat indikator ini harus diperhatikan dengan cermat dengan belajar dari pengalaman dari periode yang sama sebelumnya.

        Baca Juga: 5 Langkah Persiapkan Liburan Nataru Produktif | Infografis

        "Tidak bosan saya sampaikan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk itu, langkah preventif dari perilaku yang dapat meningkatkan potensi penularan," kata Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (18/11/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat.

        Wiku menegaskan bahwa langkah preventif lebih baik ketimbang langkah kuratif. Karena, apabila tingkat penularan dan mobilitas penduduk dapat dikendalikan, serta cakupan vaksinasi dan kepatuhan protokol kesehatan terus meningkat, makin rendah potensi terjadinya kenaikan kasus pascalibur panjang.

        Adapun dari 4 indikator yang disebutkan sebelumnya, pertama adalah mobilitas. Mobilitas penduduk saat ini terus meningkat dibandingkan saat lonjakan kasus kedua di bulan Juli lalu. Peningkatan setidaknya pada 5 titik, yaitu pusat belanja (retail dan rekreasi), ruang terbuka publik/taman, perkantoran, dan lokasi transit.

        Peningkatan mobilitas saat ini menyerupai pada periode libur Idulfitri 2021 lalu. Saat itu menjadi kenaikan mobilitas tertinggi sepanjang pandemi. "Artinya, peningkatan mobilitas ini perlu diwaspadai karena pada periode libur Idulfitri 2021 lalu, dengan mobilitas yang tinggi tersebut menjadi salah satu pemicu adanya lonjakan kasus kedua," jelas Wiku.

        Adanya peningkatan ini mendesak dikendalikan agar tidak memicu kenaikan kasus ke depannya. Caranya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam berkegiatan, serta mengurangi mobilitas yang tidak diperlukan. Selain itu, mobilitas yang tinggi ini perlu dibarengi dengan peningkatan skrining Covid-19 dengan memasifkan testing dan juga tetap melaksanakan protokol kesehatan dengan baik.

        Indikator kedua, cakupan vaksinasi dosis ke-2 disandingkan dengan persentase kabupaten/kota melapor dengan kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak yang rendah. Karena, kekebalan tubuh yang optimal hanya dapat dicapai setelah seseorang divaksin dengan dosis lengkap. Selanjutnya, untuk dapat melindungi suatu daerah dengan lebih maksimal tentunya harus setidaknya mencakup 70% dari populasi.

        Indikator ketiga, protokol kesehatan. Hal ini sangat penting untuk dijalankan dengan atau tanpa vaksinasi karena itu adalah modal dasar dan utama dalam menghadapi pandemi ini. Sayangnya, dari 34 provinsi di Indonesia, ternyata 22 provinsi masih memiliki persen cakupan vaksinasi dosis lengkap yang lebih rendah dari angka nasional, yaitu 40,42%.

        Dari 22 provinsi ini, terdapat 4 provinsi yang ternyata lebih dari 40% kab/kota yang melaporkan kepatuhan protokol kesehatannya memiliki kepatuhan rendah dalam memakai masker dan menjaga jarak. 4 provinsi tersebut adalah Riau, Lampung, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

        Cakupan vaksinasi yang rendah, terlebih apabila tidak didukung dengan kepatuhan protokol kesehatan, dapat meningkatkan potensi penularan Covid-19 di tengah masyarakat. Untuk itu, dimohon kepada Gubernur bersama Bupati/Walikota dari Riau, Lampung, Sulawesi Tenggara, dan Maluku segera berkoordinasi agar dapat meningkatkan cakupan vaksinasi dan kepatuhan protokol kesehatan di wilayahnya.

        "Pastikan terbentuknya Satgas posko di tingkat desa/kelurahan maupun di fasilitas umum untuk memantau pelaksanaan protokol kesehatan," lanjutnya.

        Indikator keempat, angka Rt atau angka reproduksi efektif. Angka ini menggambarkan tingkat penularan pada masyarakat. Makin kecil angka Rt, makin rendah potensi penularannya. Saat ini angka Rt nasional maupun di beberapa daerah sudah mulai mengalami peningkatan, meskipun angkanya masih di bawah 1. Namun, peningkatan angka ini harus terus ditekan dan dipertahankan tetap rendah agar mobilitas yang ada saat ini tidak memicu lonjakan kasus.

        "Bukan tidak mungkin kita dapat menekan potensi kenaikan kasus pada periode libur Nataru nanti apabila seluruh Pemerintah Daerah dan masyarakatnya bahu membahu. Ini dalam menjaga mobilitas penduduk, meningkatkan cakupan vaksinasi dosis ke-2, serta melaksanakan protokol kesehatan baik memakai masker maupun menjaga jarak dengan baik," pungkas Wiku.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: