Menengok Kekuatan Militer Jepang dan Potensi Ancaman China-Rusia
Puluhan tank dan ratusan tentara menembakkan bahan peledak dan senapan mesin dalam latihan di pulau utara Jepang, Hokkaido, Senin (6/12/2021).
Salah satu negara dengan kekuatan militer tidak terlalu disorot dunia ini justru terus membangun kekuatan militer.
Baca Juga: "Jangan Percaya China di Laut China Selatan"
Tepat di seberang laut dari saingannya Rusia, Jepang membuka latihan menembak Pasukan Bela Diri kepada media. Acara ini bertepatan dengan eskalasi gerakan militer China dan Rusia baru-baru ini di sekitar wilayah Jepang.
Latihan itu akan berlanjut selama sembilan hari dan melibatkan sekitar 1.300 tentara Pasukan Bela Diri Darat. Acara ini melibatkan ratusan tentara bersorak dari pinggir lapangan dan mengibarkan bendera unit, barisan tank menembak sasaran yang dimaksudkan untuk mewakili rudal musuh atau kendaraan lapis baja.
Jepang saat ini dilaporkan memiliki lebih dari 900 pesawat tempur, 48 kapal perusak, termasuk delapan sistem tempur rudal Aegis, dan 20 kapal selam. Itu melebihi Inggris, Jerman dan Italia.
Jepang juga membeli 147 F-35, termasuk 42 F-35B, menjadikannya pengguna terbesar pesawat tempur siluman milik Amerika Serikat (AS), di luar negara itu dengan 353 akan dikerahkan.
Jepang telah berfokus pada kemampuan pertahanannya dan dengan hati-hati menghindari penggunaan kata militer untuk pasukannya.
Namun mempertahankan kepentingan teritorial dan militernya terhadap Cina, Korea Utara, dan Rusia, para pejabat di Jepang mendorong warga untuk mengesampingkan kegelisahan yang meluas atas peran militer yang lebih kuat. Pemerintah meminta warga mendukung peningkatan pengeluaran pertahanan.
Tokyo pun mengeluarkan puluhan miliar dolar setiap tahun telah membangun gudang senjata, hampir 1.000 pesawat tempur, dan puluhan kapal perusak dan kapal selam. Pasukan Jepang menyaingi Inggris dan Prancis.
Jepang biasanya mempertahankan batas anggaran pertahanan sebesar 1 persen dari PDB. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir negara itu telah menghadapi seruan dari Washington untuk membelanjakan lebih banyak.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan dia terbuka untuk menggandakan batas ke standar NATO sebesar 2 persen.
Sebagai langkah pertama, Kabinet baru-baru ini menyetujui anggaran tambahan 770 miliar yen untuk tahun fiskal. Dana tersebut untuk mempercepat pertahanan rudal dan aktivitas pengintaian di sekitar laut teritorial dan wilayah udara Jepang.
Baca Juga: Pentolan NATO Bikin Pernyataan buat Setop Konflik, tapi Rusia Harus...
Nantinya Jepang dapat meningkatkan mobilitas dan tanggapan darurat untuk mempertahankan Laut China Timur.
Penambahan ini akan membawa total pengeluaran pertahanan 2021 menjadi 6,1 triliun yen. Jumlah tersebut naik 15 persen dari tahun sebelumnya, dan 1,09 persen dari PDB Jepang.
Kondisi tersebut sudah berjalan selama lebih dari delapan tahun pemerintahan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe yang konservatif.
Dia secara signifikan memperluas peran dan anggaran militer. Abe juga memperlunak Pasal 9 konstitusi yang menolak perang pada 2015, yang memungkinkan Jepang untuk membela Amerika Serikat dan negara-negara mitra lainnya.
Tokyo dengan cepat meningkatkan peran militernya dalam aliansinya dengan Washington. Jepang pun melakukan lebih banyak pembelian senjata dan peralatan Amerika Serikat yang mahal, termasuk jet tempur dan pencegat rudal.
Kisida sendiri mengatakan selama tinjauan pasukan pertama bahwa akan mempertimbangkan semua opsi. Itu termasuk kemungkinan mengejar kemampuan serangan pre-emptive untuk lebih meningkatkan kekuatan pertahanan Jepang.
Tidak semua orang setuju dengan tindakan tersebut. Para kritikus, baik tetangga Jepang maupun di dalam negeri, mendesak Tokyo untuk belajar dari masa lalunya dan mundur dari ekspansi militer.
Ada juga kewaspadaan domestik atas senjata nuklir. Negara ini tidak memiliki penangkal nuklir, tidak seperti militer global top lainnya. Selain itu, untuk mentasai itu, Tokyo bergantung pada pertahanan nuklir dari Washington.
Meski begitu, saat ini Jepang berada di peringkat kelima secara global dalam kekuatan militer secara keseluruhan. Negara ini berada di belakang Amerika Serikat, Rusia, China, dan India. Sedangkan anggaran pertahanannya berada di peringkat keenam dalam peringkat tahun 2021 dari 140 negara oleh situs peringkat Global Firepower.
Baca Juga: Di Muka Iran, Rusia, China, Jerman, Prancis, dan Uni Eropa, Pejabat Amerika Tegas Soal 2 Hal Ini
"Jepang menghadapi risiko berbeda yang datang dari berbagai bidang,” kata pakar pertahanan dan profesor di Institut Studi Dunia di Takushoku University di Tokyo Heigo Sato.
Di antara risiko tersebut adalah peningkatan Korea Utara untuk menguji rudal bertenaga tinggi dan senjata lainnya. Ada pula provokasi oleh kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai Cina yang bersenjata, hingga penyebaran rudal dan pasukan angkatan laut Rusia.
Salah satu rudal Korea Utara terbang di atas Hokkaido, mendarat di Pasifik pada 2017. Pada September, rudal yang lain jatuh dalam zona ekonomi eksklusif 200 mil laut di barat laut Jepang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: