Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bukan Membela, Ahli Jelaskan Mengapa Hukuman Mati kepada Heru Hidayat Adalah Sebuah Hal yang Keliru

        Bukan Membela, Ahli Jelaskan Mengapa Hukuman Mati kepada Heru Hidayat Adalah Sebuah Hal yang Keliru Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ahli hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa menilai, tuntutan pidana hukuman mati terhadap Presiden PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dalam kasus dugaan korupsi Asabri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki unsur kekeliruan. Sebab syaratnya tidak terpenuhi, terkhusus mengenai pengulangan tindak pidana oleh terdakwa.

        Pada perkara Asabri Heru Hidayat terdapat perbedaan pasal yang dikenakan yakni didakwa Pasal 2 ayat 1 tetapi dalam tuntutan dikenakan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Padahal dakwaan pada dasarnya merupakan mahkota yang dimiliki jaksa.

        Baca Juga: Panas! Dituntut Hukuman Mati, Pengacara Heru Hidayat Lantang Bersuara: Jaksa Menyalahi Aturan!

        "Maka dari itu dakwaan harus jelas dan cermat seta lengkap. Kekeliruan dalam dakwaan menyebabkan dakwaan batal demi hukum. Lihat Pasal 143 KUHAP. Karena dakwaan adalah panduan bagi jaksa dan hakim dalam memeriksa perkara," kata Eva kepada awak media, Kamis, 9 Desember 2021.

        Eva menjelaskan, jaksa tidak menyelaraskan dakwaan dengan tuntutan. Sementara tuntutan yang sudah dijatuhkan adalah seumur hidup, maka yang berlaku adalah stelsel pemidanaan absorbsi dimana pidana kemudian diserap oleh yang lalu.

        "Pengulangan tindak pidana atau recidive pada dasarnya adalah keadaan yg memperberat. Makna recidive atau pengulangan apabila terdakwa sebelumnya telah divonis bersalah dan telah menjalani sebagian atau seluruh pidananya," ujarnya.

        Dalam perkara dengan terdakwa Heru Hidayat yang ada bukan pengulangan. Sebagaimana syarat pengulangan yang tertulis dalam Pasal 486-489 KUHP, tetapi perbarengan tindak pidana atau samenloop atau disebut juga concursus.

        Tindakan tersebut ancaman pidananya mengacu pada pasal 65 KUHP yaitu yang terberat lebih dari 1/3 dari ancaman pidana. Mengacu pada Pasal 2 ayat 1 yang terdapat dalam dakwaan Heru Hidayat, ancaman hukumannya 15 tahun ditambah 1/3 dari total hukuman terberat 15 tahun yakni 20 tahun.

        "Karena ancamannya tidak digabungkan dalam dengan Jiwasraya maka dianggap sebagai delik tertinggal, Pasal 71 KUHP. Maka perhitungannya 20 tahun pidana yang telah dijatuhkan dalam vonis sebelumnya," urainya.

        Sementara tuntutan jaksa terhadap Heru Hidayat, lanjut dia, menggunakan Pasal 2 ayat 2 yang merupakan bentuk pemberatan atas Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Bila tindak pidana dalam keadaan tertentu pelaku dapat diperberat hukumannya misalnya korupsi dalam keadaan bencana.

        "Maka tuntutan karena pemberatan harusnya sejak awal mengacu pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor jo Pasal 71 KUHP," ujarnya.

        Eva menambahkan, tuntutan yang berbeda dari dakwaan mencerminkan ketidak cermatan jaksa dalam membuat dakwaannya.

        Baca Juga: Duh! Ini Sosok dan Sepak Terjang Heru Hidayat yang Dituntut Hukuman Mati karena Dugaan Kasus Korupsi

        “Maka sebagaimana dalam Pasal 143 KUHAP harusnya batal demi hukum. Dalam hal ini tuntutan tidak dapat ditarik kembali," imbuhnya.

        Diketahui, dalam kasus tersebut terdapat delapan terdakwa yaitu Mantan Dirut Asabri Mayjen Purn Adam Rahmat Damiri, Letjen Purn Sonny Widjaja sebagai Direktur Utama Asabri periode 2016-2020, Bachtiar Effendi sebagai Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asabri periode 2012-2015.

        Kemudian ada Hari Setianto sebagai Direktur Investasi dan Keuangan Asabri periode 2013-2019, Lukman Purnomosidi sebagai Presiden Direktur PT Prima Jaringan, Heru Hidayat sebagai Presiden PT Trada Alam Minera, dan Jimmy Sutopo sebagai Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relations.

        Satu terdakwa lain adalah Benny Tjokrosaputro sebagai Komisaris PT Hanson International Tbk. Namun, kasus Benny belum sampai pada pembacaan tuntutan dan masih pada tahap pemeriksaan saksi, sehingga belum sampai pada proses pembacaan tuntutan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: