Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Di Hari HAM Sedunia, Komnas Perlindungan Anak Dukung BPOM Lakukan Pelabelan Free BPA

        Di Hari HAM Sedunia, Komnas Perlindungan Anak Dukung BPOM Lakukan Pelabelan Free BPA Kredit Foto: Komnas Perlindungan Anak
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, menyatakan dengan tegas seluruh anak Indonesia baik balita maupun yang masih dalam kandungan harus terbebas dari BPA

        Hal tersebut ia sampaikan di diskusi dalam rangka peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia dengan bertajuk, Hak Hidup Anak, Bebaskan dari Bisphenol A yang Mengancam. Demi kepentingan Anak, Ayo Dukung Pelabelan BPA Sekarang Juga. 

        Baca Juga: Soal Label BPA, Industri AMDK Disemprit: Jangan Kaya Kacang Lupa Kulit

        "Dalam rangka menegakkan hak anak atas kesehatan dan hak hidup. Bertepatan dengan Hari Hak Asasi manusia, kami mendukung BPOM selaku pemegang regulator untuk memberikan label peringatan BPA pada kemasan plastik dengan kode No.7 yang terbuat dari polycarbonat yang mengandung zat BPA yang berbahaya bagi usia rentan yaitu pada bayi, balita dan janin pada ibu hamil." katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/12/2021).

        Untuk keberlangsungan hak hidup anak, negara tidak boleh kalah dengan industri.

        Menurutnya, negara wajib melindungi dan membebaskan anak apapun bentuknya, yang dapat mengancam kehidupan anak yang diakibatkan oleh zat BPA.

        Baca Juga: Kurangi Sampah Plastik, Perusahaan Ini Hadir Atasi Sampah Plastik

        "Mau tidak mau Komnas PA harus berjuang terus untuk mendapat hak hidup anak yang memadai. Mengingat BPA dapat mengancam Hak hidup anak maka Komnas perlindungan anak mendukung Badan POM sebagai pemegang regulasi untuk melakukan Pelabelan free BPA yang jelas agar dapat diketahui masyarakat," ujarnya.

        Rancangan Perka BPOM untuk memberi label pada galon guna ulang yang terbuat dari bahan polycarbonat dan kemasan plastik lainnya dengan kode plastik No. 7 yang mengandung BPA, telah bergulir dan proses untuk pengesahan.

        "Semoga pemerintah dalam hal ini BPOM, kuat dan tegas untuk berbuat yang terbaik guna melindungi hak kesehatan dan hidup bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Kita harus bertanggung jawab pada generasi masa depan Bangsa Indonesia" tutur dia.

        Tambahnya, "Saya heran dan geram mendengar adanya penolakan atas Rancangan Perka BPOM Tentang Label Pangan Olahan ini. Telah kita ketahui bersama, bahwa dunia kesehatan beserta hasil risetnya telah menyatakan BPA berbahaya bagi usia rentan. Peringatan BPA pada label kemasan pangan di negara-negara maju telah diterapkan, bahkan ada negara yang melarang sama sekali penggunaan kemasan yang mengandung BPA di negaranya. Jadi apabila ada yang menentang Perka BPOM ini, berarti menjahati hak asasi bayi, balita dan janin pada ibu hamil untuk mendapatkan hak perlindungan kesehatan dari negara" tegas Arist Merdeka Sirait. 

        Karena itu, cara mencegahnya, salah satunya dengan memberi makan dan minuman yang tidak mengandung zat yang berbahaya bagi usia rentan. 

        "Saat membuat susu untuk bayi, misalnya, cenderung air nya hangat sampai panas. Nah inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya peluruhan zat BPA pada kemasan plastik yang kemudian di minum oleh bayi. Secara akumulatif dapat menimbulkan berbagai penyakit. Bagi ibu hamil, jika pola makan tidak dijaga, tidak memilih kemasan plastik yang aman, sama saja meracuni embrio atau janin. inilah yang kemudian bisa berakibat anak cacat atau terkena auitis. Sekarang ini banyak anak autis. Di sekolah milik saya, anak yang mau daftar sekitar 600, waiting list, sangat mengerikan, Itu faktanya. Sekarang ini yang di-blow-up anak autis yang keren, Itu hanya satu dua orang, yang lain kondisinya parah. Satu aja yang pinter tapi di posting terus menerus. Kalau usia 14 tahun ke atas harus ditangani Rumah sakit Jiwa. Karena itu, wajib mutlak kemasan plastik yang mengandung zat BPA harus diberi label," tandas Dr Imaculata Sumiyati. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: