Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ucapan Mengejutkan Menteri Bahlil Lahadalia: Memajukan atau Memundurkan Pemilu Bukan Hal Haram

        Ucapan Mengejutkan Menteri Bahlil Lahadalia: Memajukan atau Memundurkan Pemilu Bukan Hal Haram Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengklarifikasi pernyataannya bahwa kalangan pengusaha ingin pemilu 2024. Dia mengaku pernyataan itu dibuat untuk menanggapi hasil survei sejumlah lembaga survei.

        Bahlil juga menyebut bahwa pernyataannya itu dikutip tidak secara utuh atau dipotong. Pernyataan itu akhirnya menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

        Baca Juga: Eng Ing Eng, Menteri Bahlil Lahadalia Diancam di Polisikan Oleh...

        "Ada pernyataan saya agar jangan dipotong-potong. Saya mengatakan, kalau [pilpres 2024 ditunda] tidak memungkinkan, jangan; tapi kalau memungkinkan, tolong dipertimbangkan," kata Bahlil, Jumat, 14 Januari 2022.

        Bahlil juga meminta Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi untuk melakukan survei mengenai seberapa besar kemungkinan penundaan pemilu 2024.

        Dia juga menekan bahwa jika pernyataan itu tidak dipotong, pada akhir pernyataan, dia menambahkan penegasan bahwa Presiden Joko Widodo tak mau memperpanjang periode masa jabatan presiden. Namun, jika dilihat sejarah, Indonesia memiliki riwayat untuk menunda pemilu. 

        "Dari sejarah bangsa kita, memajukan pemilu atau memundurkan pemilu itu bukan sesuatu haram di bangsa ini. Kenapa? Karena sudah ada sejarahnya, ada yurisprudensinya," ujarnya.

        Baca Juga: Mahfud MD Buka-Bukaan Soal Menteri yang Minta Jatah Rp40 M, Ternyata...

        Pada akhir masa Orde Baru, dia menjelaskan, Indonesia menggelar pemilu tahun 1997 dan semestinya pemilu selanjutnya tahun 2002. Tetapi krisis moneter melanda Indonesia pada 1998 dan pemilu dimajukan pada 1999, yang berarti pemilu waktu itu digelar belum sampai lima tahun dari pemilu sebelumnya. 

        "Dalam kondisi tertentu, pintu masuknya krisis. Di Orde Lama juga terjadi tidak ada tahapan pemilu karena terjadi krisis konstitusi," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: