Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Israel Ogah Jual Tameng Udara Iron Dome ke UEA karena Alasan Ini

        Israel Ogah Jual Tameng Udara Iron Dome ke UEA karena Alasan Ini Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Tel Aviv -

        Badan keamanan Israel telah menolak penjualan Iron Dome dan Sistem Senjata David Sling ke Uni Emirat Arab (UEA). Menurut laporan analis militer Israel, Alon Ben David, badan keamanan Israel menolak potensi untuk menjual teknologi yang dikembangkan kepada mitra barunya.

        Penolakan untuk menjual peralatan militer merujuk pada negara-negara Arab yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, melalui penandatanganan Kesepakatan Abraham. Israel khawatir jika menjual teknologi persenjataan ke UEA, maka rahasia mereka dapat diteruskan ke negara pihak ketiga.

        Baca Juga: Sutradara Zionis Rilis Film Dokumenter Ungkap Pembantaian Warga Palestina oleh Israel

        "Mossad, yang membuka jalan bagi normalisasi, telah memohon kepada badan keamanan untuk berhenti memandang negara-negara ini sebagai 'Arab'," ujar Ben David, dilansir Middle East Monitor, Ahad (30/1).

        Menurut Ben David, Kementerian Pertahanan Israel telah mencabut keputusannya untuk tidak menjual sistem pertahanan ke UEA. Ben David mengatakan, Kementerian Pertahanan Israel telah menjual teknologi siber tetapi menahan diri untuk tidak menjual sistem pertahanan udara. 

        Dengan demikian, UEA wajib membeli sistem pertahanan Korea Utara dengan teknologi Rusia. Ben David memperkirakan, penolakan itu membuat Israel kehilangan 4,5 miliar dolar AS.

        Pada 18 Januari, Israel menawarkan dukungan keamanan dan intelijen kepada UEA terhadap serangan pesawat tak berawak, setelah serangan mematikan oleh kelompok Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran. Kedua negara Teluk dan Israel berbagi keprihatinan yang sama tentang Iran dan pasukan sekutunya di wilayah tersebut.

        Presiden Israel Isaac Herzog melakukan kunjungan bersejarah ke Uni Emirate Arab (UEA) pada akhir Januari. Ini merupakan perjalanan diplomatik tingkat tinggi terbaru sejak Israel menjalin hubungan diplomatik dengan UEA. 

        Kantor Herzog mengatakan, presiden akan bertemu Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan selama kunjungan yang dijadwalkan pada 30-31 Januari. Ibu negara akan ikut mendampingi presiden dalam kunjungan tersebut. 

        “Kami memiliki hak istimewa untuk membuat sejarah dengan melakukan kunjungan pertama seorang presiden Israel ke Uni Emirat Arab. Ini meletakkan pondasi masa depan bersama yang baru," ujar Herzog, dilansir Alarabiya. 

        Herzog dijadwalkan bertemu dengan penguasa Dubai dan pejabat senior pemerintah, serta mengunjungi Dubai Expo. Kunjungan itu dilakukan sekitar 16 bulan setelah UEA menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

        Langkah itu merupakan bagian dari serangkaian kesepakatan yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS), atau yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham. Kesepakatan ini telah membuat rakyat Palestina naik pitam.

        Herzog akan menjadi kepala negara Israel pertama yang secara resmi mengunjungi UEA. Dia menegaskan, kemitraan baru yang antara Israel dan beberapa negara Arab akan mengubah Timur Tengah. Israel ingin memperluas normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab.

        Bulan lalu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat sejarah ketika menjadi kepala pemerintahan Israel pertama yang mengunjungi UEA. Kunjungan Bennett sebagian besar berfokus pada pembicaraan internasional tentang program nuklir Iran, dan prioritas keamanan utama Israel.

        Kesepakatan Abrahan dinegosiasikan di bawah mantan Pesiden AS Donald Trump. Kesepakatan ini juga tetap didukung oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.

        Selain UEA, Bahrain dan Maroko juga telah menormalkan hubungan dengan Israel di bawah perjanjian tersebut. Sudan telah setuju untuk menormalkan hubungan dengan Israel, tetapi keduanya belum menjalin hubungan diplomatik secara formal karena ketidakstabilan yang bergolak di Khartoum. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: