Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Disrupsi Digital Pengaruhi Kualitas Jurnalis, Media Saat Ini Harus Berevolusi

        Disrupsi Digital Pengaruhi Kualitas Jurnalis, Media Saat Ini Harus Berevolusi Kredit Foto: Imamatul Silfia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Jurnalistik atau pers saat ini diakui tengah berada dalam keadaan krisis karena berkembangnya berbagai platform media sosial. Bergesernya audiens dari pers atau jurnalistik sebagai sumber berita utama ke media sosial diakui menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pers itu sendiri dengan terus mempertahankan kualitas. 

        Hal tersebut disampaikan dalam Serial Webinar Independent Media Accelerator, Kualitas Jurnalisme dan Masa Depan Pers untuk menjawab tantangan dan peluang disrupsi digital pada media massa, oleh Tempo Institut, Senin (31/01).

        Baca Juga: Wajah Pers Indonesia di Era Disrupsi Digital

        Dewan Pers sekaligus Dirut Tempo, Arif Zulkifli menyampaikan digitalisasi merubah seluruh dunia dan tampaknya juga tidak dapat diikuti dengan baik oleh banyak media. Menurutnya disrupsi digital sekarang telah mengubah bisnis di semua industri termasuk insan pers.

        "Peran media massa tentu diperlukan tapi perannya memang saat berubah dari penyedia informasi menjadi memfilter informasi. Istilah kerennya 'Clearing House of information.' Tentu untuk mencapai cita-cita ini, media massa harus meningkatkan kualitas jurnalismenya."

        "Kita tahu bahwa di media sosial itu bukan hanya sekedar informasi. Internet itu isinya bukan hanya sekedar informasi, voice tapi juga noise serta sumpah serapah dan sebagainya juga ada di situ. Jadi kalau media satu-satunya dalam memberikan informasi kepada publik itu betul sekali tapi pertanyaannya informasinya valid atau tidak," jelasnya.

        Ia juga menambahkan dalam menyeimbangkan digitalisasi serta disrupsi teknologi media atau jurnalis harus berpegang teguh pada dua aturan yang sejalan dengan undang-undang. Yaitu pertama memberikan informasi kepada publik, dengan mengingat tugas jurnalisme sebagai jembatan antara masyarakat dengan informasi itu sendiri, kedua taat pada kode etik.

        Lebih lanjut, Co-Founder Narasi, Najwa Shihab mengatakan jika saat ini jika jurnalis hanya mengandalkan dari penjualan informasi maka ia tidak akan berumur panjang. Menurutnya tugas jurnalis yang sekedar menyampaikan informasi 5W 1H sudah bisa dilakukan oleh semua orang yang memiliki gawai dan akses internet. 

        "Kalau kita hanya bertahan melakukan apa yang yang satu setengah abad sudah dilakukan oleh wartawan pada umumnya maka tidak akan lagi relevan untuk publik. Sebaliknya, menurutku teknologi juga bisa menyiapkan jurnalis-jurnalis baru ini dan media-media massa baru ini terus memungkinkan untuk memberikan apa yang lebih dari big data dengan berbagai kecanggihan fitur teknologi baik dalam hal editing atau livestreaming apa yang bisa kita lakukan sekarang bukan lagi 5W 1H tapi kita bisa melakukan analisa isu," terangnya.

        Hadir juga Sasmito Madrim dari Perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengungkapkan bahwa dirinya mengakui sering mendengar bahwa profesi jurnalis akan hilang tertelan zaman dan teknologi. Menurutnya ketakutan dan kekhawatiran itu hal yang wajar melihat era disrupsi yang berkembang pesat ini. Namun ia mengakui bahwa dirinya merasa optimis karena teknologi justru mempermudah kerja kerja jurnalis.

        "Nah karena itu harus ada perbedaannya, menurut saya kalau misalkan teman-teman hanya membuat berita dengan 5W 1H dan menyampaikan informasi sama dengan yang disampaikan oleh warganet pada umumnya lama-kelamaan mungkin orang akan menjauhi dan mengakses informasi itu hanya lewat media sosial. Oleh karena itu harus ada pembedanya," katanya.

        Sasmito menjelaskan berita dan informasi yang diproduksi oleh jurnalis harus memiliki dua elemen, yaitu valid dan teratifikasi. Hal ini menurutnya dapat membedakan informasi yang beredar di media sosial dengan informasi yang diproduksi jurnalis.

        Selanjutnya Ditjen IKP Kementerian Kominfo Usman Kansong menjelaskan kembali fungsi dari media, yaitu edukasi, informasi, kontrol sosial dan hiburan. Namun melihat disrupsi yang terjadi belakangan ini Usman mengatakan perlu adanya revitalisasi atau tambahan dari fungsi media saat ini agar relevan.

        "Yaitu fungsi korelasi dan fungsi interpretasi. Fungsi korelasi Itu menjelaskan hubungan antara peristiwa sehingga publik bisa menerima informasi baru dan bisa diajak untuk berpikir lebih kritis, sedangkan fungsi interpretasi ini akan membantu masyarakat memahami apa yang sedang terjadi dalam sebuah peristiwa," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nuzulia Nur Rahma
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: