Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DPR Kritik Keras Pemerintah Soal Pencairan JHT, Menyengsarakan Rakyat!

        DPR Kritik Keras Pemerintah Soal Pencairan JHT, Menyengsarakan Rakyat! Kredit Foto: Antara/Aprillio
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher blak-blakan meminta Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) untuk mengaji ulang peraturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang bisa dicairkan pada usia 56 tahun.

        Netty Prasetiyani juga meminta pemerintah untuk mencabut peraturan yang dinilai mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja.

        "Bayangkan, seorang peserta harus menunggu 15 tahun untuk mencairkan JHT-nya jika dia berhenti pada 41 tahun. Ini tidak masuk akal," tegas Netty Prasetiyani kepada GenPI.co, Senin (14/2).

        Menurut politikus PKS itu, aturan tersebut berlaku pada peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

        "Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?" ungkap Netty Prasetiyani.

        Netty Prasetiyani menilai JHT tersebut sangat dibutuhkan para pekerja saat mereka sedang tidak bekerja.

        "Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini," beber Netty Prasetiyani.

        "Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja?" sambungnya.

        Netty Prasetiyani pun mengatakan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen, sedangkan pengunduran diri 55 persen dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen.

        Oleh karena itu, Netty Prasetiyani meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut.

        Hal itu sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat.

        "Apalagi, gelombang PHK dan merumahkan pekerja makin besar," katanya.

        Tingginya kasus PHK di Indonesia menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia.

        "Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut," kata Netty Prasetiyani.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: