Jual Tanah-Naik, Haji, Bikin SIM-SNTK Harus Punya BPJS, Bikin Aturan Kok Nyusahin Rakyat!
Selain heboh soal aturan Jaminan Hari Tua (JHT), ada satu lagi aturan yang tak kalah hebohnya. Bahkan, bikin lebih puyeng kepala. Apa aturan itu? Singkatnya, dalam aturan baru itu disebutkan, mau naik haji harus ada BPJS, mau umrah harus ada BPJS, mau jual beli tanah pun harus ada BPJS. Mau bikin SIM harus ada BPJS.
Aturan tersebut termuat dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Aturan itu diteken Presiden Jokowi, 6 Januari lalu.
Baca Juga: Aturan JHT Terbaru Disebut Disetujui Presiden, Politisi PDIP Langsung Pasang Badan untuk Jokowi
Inpres tersebut pada intinya menginstruksikan kepada berbagai kementerian, Kejaksaan Agung, Polri, BPJS Kesehatan, Gubernur, Bupati, Wali Kota, Dewan Jaminan Sosial untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional.
Ada beberapa instruksi dalam aturan itu yang jadi sorotan. Misalnya, instruksi kepada Menteri Agama (Menag). Jokowi minta Menag menyertakan Kartu Peserta BPJS Kesehatan sebagai syarat bagi calon jamaah haji maupun umrah.
“Mensyaratkan calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional,” begitu salah satu bunyi Inpres BPJS Kesehatan yang dikutip Rakyat Merdeka, kemarin.
Instruksi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun menuai sorotan. Jokowi minta Menteri ATR/BPN memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak tanah karena jual beli merupakan peserta aktif dalam program JKN.
Kementerian ATR/BPN kemudian menindaklanjuti Inpres tersebut dengan menerbitkan surat edaran yang diteken Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Suyus Windayana. Surat itu pada intinya menyatakan kartu BPJS menjadi syarat permohonan pelayanan jual beli tanah. Ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2022.
Aturan ini mendapat reaksi keras dan kecaman DPR sampai rakyat biasa. Anggota Komisi II DPR, Luqman Hakim menilai, aturan yang mewajibkan kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah sebagai kebijakan konyol, nggak masuk akal dan sewenang-wenang. Kata dia, kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara.
Karena itu, ia minta Kementerian ATR/BPN membatalkan aturan itu. Kata dia, jika di Inpres ada yang keliru, menteri harusnya memberi masukan. Jangan diam saja seolah tidak tahu ada masalah dan langsung melaksanakannya.
Politisi PKS, Mardani Ali Sera menyampaikan hal serupa. Kata dia, aturan itu niatnya baik. Tapi dilaksanakan dengan cara yang buruk. Menurut dia, kebijakan baru ini merupakan bentuk pemaksaan agar masyarakat bergabung menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Padahal, kata dia, optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan melakukan sosialisasi yang baik, tanpa menyulitkan kebutuhan masyarakat.
Eks Komisioner Ombudsman, Alvin Lie juga geleng-geleng kepala membaca aturan ini. “(Kebijakan) Aneh. Ini rawan maladministrasi,” kata Alvin Lie dikutip dari akun Twitternya @ alvinlie21, kemarin.
Epidemiolog, dr Pandu Riono juga ikutan komentar. Menurut dia, seharusnya setiap warga negara Indonesia otomatis jadi anggota BPJS Kesehatan, sebagai dukungan negara untuk membiayai pelayanan kesehatan ketika membutuhkan. “Yang mampu dan mempunyai penghasilan yang cukup wajib bayar iuran, wujud semangat gotong rakyat & keadilan sosial bagi seluruh rakyat,” ujarnya di akun Twitternya @drpriono1.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai aturan itu mengada-ada dan bikin susah rakyat. “Ini sudah berlebih-lebihan. Hanya bikin susah,” kata Trubus, kemarin.
Bagaimana tanggapan pemerintah? Jubir Kementerian ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi menjelaskan, memang tak ada korelasi antara kepesertaan BPJS Kesehatan dengan syarat administrasi jual beli tanah. Namun, menurut Taufiq, kebijakan ini dilakukan sebagai upaya pemerintah mengoptimalkan kepesertaan BPJS Kesehatan.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Dana Haji Kemenag, Jaja Jaelani menjelaskan, aturan soal BPJS Kesehatan sebagai syarat ibadah haji dan umrah belum diterapkan. Pihaknya masih membahas Inpres tersebut.
“Masih berproses, belum menjadi persyaratan utama di dalam pendaftaran (haji),” kata Jaja, kemarin. Meski begitu, ia berharap para calon jemaah sudah memiliki BPJS saat keberangkatan.
Lalu apa tanggapan Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti? Dia mengatakan, banyak orang yang belum tahu bahwa kepesertaan BPJS itu adalah wajib. Karena itu, pemerintah mengeluarkan Inpres yang tujuannya agar masyarakat ikut menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Ia mencontohkan kewajiban melampirkan BPJS Kesehatan dalam jual beli tanah itu seperti kewajiban pakai masker saat pandemi. Kalau dibilang memberatkan, ya memberatkan. Namun harus dipaksa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq