- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Wagub Sulbar Ungkap Konflik Agraria dan Lemahnya Otonomi Jadi Masalah Serius

Wakil Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), Salim S. Mengga, melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah pusat terkait kebijakan pembangunan yang dinilai tidak berpihak pada kawasan timur Indonesia.
Ia menegaskan bahwa pendekatan pembangunan yang seragam hanya akan memperlebar kesenjangan antarwilayah.
Salah satu isu yang menjadi sorotannya adalah konflik agraria berkepanjangan yang melibatkan perkebunan kelapa sawit (CPO) dengan masyarakat lokal. Meski industri sawit merupakan tulang punggung ekonomi nasional, di Sulbar tumpang tindih lahan dan klaim kepemilikan antara perusahaan dan warga belum terselesaikan.
Baca Juga: Harga CPO Makin Mahal, Astra Agro Waspadai Serbuan Minyak Nabati Alternatif
“Sudah puluhan tahun konflik tanah antara rakyat dan perusahaan sawit berlangsung. Keduanya saling klaim. Sampai hari ini belum ada penyelesaian tuntas,” ujar Salim, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Menteri Dalam Negeri, gubernur, bupati, dan wali kota yang digelar pada Rabu (30/4/2025),
Ia menambahkan, saat menjabat sebagai anggota Komisi II DPR RI, tercatat terdapat lebih dari 2.000 konflik pertanahan yang belum diselesaikan. Menurutnya, hal itu mencerminkan lemahnya penegakan hukum dan ketidakhadiran negara dalam menangani persoalan struktural di wilayah timur.
Tak hanya soal agraria, Salim juga menyoroti persoalan aparatur sipil negara (ASN) di daerah yang tidak sebanding dengan kebutuhan riil birokrasi.
“Banyak ASN hanya absen lalu hilang. Tidak ada jabatan, tidak ada tugas,” katanya.
Baca Juga: KY Selidiki Dugaan Suap Hakim dalam Putusan Lepas Kasus Korupsi CPO
Ia mendorong agar pemerintah pusat menetapkan norma jumlah ASN yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan masing-masing daerah, bukan hanya berdasarkan standar nasional yang tidak mempertimbangkan karakteristik lokal.
Lebih jauh, Salim mengkritisi lemahnya otonomi daerah. Menurutnya, kewenangan pejabat daerah masih sangat terbatas, bahkan dalam urusan teknis seperti mutasi eselon II.
“Kita ini ibarat kepala dilepas, ekor dipegang,” tegasnya, mengkritik sistem desentralisasi yang dinilainya masih setengah hati.
Salim menekankan, kawasan timur Indonesia membutuhkan pendekatan pembangunan yang berbeda dan kontekstual, bukan disamakan dengan wilayah barat yang sudah lebih maju secara infrastruktur dan ekonomi.
Baca Juga: Warisan Kolonial Masih Hidup, Definisi 'Hutan Negara' Dinilai Timbulkan Konflik Agraria
“Kalau standar dari barat terus yang digunakan, daerah timur tak akan pernah maju,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement