Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menag Yaqut dan Edy Mulyadi Jin Buang Anak Sama Saja: Keduanya Menggunakan Metafora yang Merendahkan

        Menag Yaqut dan Edy Mulyadi Jin Buang Anak Sama Saja: Keduanya Menggunakan Metafora yang Merendahkan Kredit Foto: Twitter/Yaqut Cholil Qoumas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel ikut membedah pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut  Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dan gonggongan anjing.

        Menurutnya pernyataan Yaqut tidak berbeda dengan omongan Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin membuang anak. Baik Yaqut maupun Edy kata Reza sama - sama menggunakan metafora yang merendahkan.

        Baca Juga: Menggelegar! Omongan Psikolog Forensik Bisa Bikin Menag Yaqut Dag-Dig-Dug: Polisi Segera Turun...

        "Kalimat tentang jin dan anjing yang disebabkan keduanya adalah bentuk metafora. Gonggongan anjing ditafsirkan khalayak yang mengindikasikan kebisingan setara dengan suara azan. Persoalannya jin dan anjing dalam metafora punya kelas yang rendah," katanya saat dikonfirmasi Populis.id pada Selasa (01/03/2022).

        Lantaran keduanya menggunakan perumpamaan yang merendakan, kata Reza wajar jika omongan Yaqut dan Edy memantik keributan di tengah masyarakat, sebab pernyataan itu diartikan sebagai sebuah penghinaan. 

        "Sehingga wajar jika kalimat Edy dan Menag mendapat penolakan dan penghinaan karena dimaknai sebagai ungkapan peyoratif alias merendahkan," katanya lagi.

        Karena ada kesamaan antara keduanya, ia berharap penegakan hukum bekerja secara cepat dan ajeg. Cepat, artinya bekerja selekas mungkin setelah kejadian dan menimbulkan amarah masyarakat. Ajeg, berarti ada keseragaman, tidak tebang pilih antar kasus atau antar individu. 

        "Cepat dan ajeg merupakan sifat yang harus terpenuhi agar kerja penegakan hukum bisa memunculkan efek gentar sekaligus efek jera. Agar individu yang menjadi sasaran penegakan hukum tidak mengulangi perbuatannya, sekaligus agar orang lain tidak meniru perbuatan tersebut," tuturnya.

        Ia juga menyebutkan bahwa jika ada pelaku yang melakukan perbuatan serupa namun yang satu ditahan sedangkan yang lain tidak ditahan, polisi perlu menjelaskan alasan perbedaan perlakuan itu. Ini penting agar equity polisi bisa diukur secara objektif oleh masyarakat. 

        "Karena tanpa penjelasan yang objektif, pertaruhannya adalah equity polisi.  Equity merupakan salah satu unsur yang diacu masyarakat saat menilai kerja kepolisian, di samping efektivitas dan efisiensi," tegasnya.

        Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sebenarnya SE Menag tentang pengeras suara masjid dan mushola tidak ada masalah yang serius. Namun hal ini menjadi polemik justru karena pernyataan Menag sendiri.

        "Jadi ini menjadi kontraproduktif karena pada dasarnya SE itu tidak memuat hal yang berlebihan. Seharusnya lebih bijak dalam memilih diksi yang baik," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: