Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BNPT Rilis Ciri Penceramah Radikal, Bukhori Yusuf: Sangat Tidak Relevan

        BNPT Rilis Ciri Penceramah Radikal, Bukhori Yusuf: Sangat Tidak Relevan Kredit Foto: Antara/Didik Suhartono
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyebut stigma radikalisme yang menyasar umat dan Islam dalam konteks global, sebenarnya sudah ditinggal beberapa negara.

        Buktinya, kata dia, DPR di Amerika Serikat (AS) dan didukung presiden negara adidaya itu berupaya meloloskan Undang-Undang Tentang Anti-Islamofobia pada 14 Desember 2021 silam.

        Baca Juga: Siapa Sangka! Pemerintah Rilis Ciri Penceramah Radikal, Anggota DPR Fraksi PKS Ini Langsung Respons

        Sementara itu, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau sudah mengumumkan bakal mengangkat duta besar khusus untuk memerangi Islamofobia.

        Menurut Bukhori, masyarakat dunia telah tiba pada satu kesadaran bahwa akar dari radikalisme bukanlah agama.

        “Narasi agama sebagai basis kekerasan yang dikemas dalam bentuk Islamofobia sudah usang di Barat maupun di belahan dunia lainnya,” kata legislator Fraksi PKS itu melalui keterangan persnya, Rabu (9/3).

        Namun, kata Bukhori, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) justru membeberkan indikator atau ciri penceramah radikal di Indonesia.

        BNPT sebelumnya membeberkan ciri penceramah radikal yaitu yang mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila, mengembangkan paham takfiri, menanamkan sikap anti-pemimpin, memiliki sikap eksklusif, dan bersikap eksklusif terhadap lingkungan.

        Menurut Bukhori, indikator yang diungkap BNPT terkesan menyudutkan umat dan Islam. Narasi itu yang sebenarnya sudah ditinggal sejumlah negara di dunia.

        “Ketika kita masih berkubang dalam narasi serupa, sangat tidak relevan dengan apa yang menjadi isu prioritas global saat ini seperti mitigasi dampak perubahan iklim dan pemulihan dari pandemi,” beber legislator Daerah Pemilihan I Jawa Tengah itu.

        Baca Juga: BNPT Umbar Ciri Penceramah Radikal, Anwar Abbas Beri Jawaban Menohok, Sampai Kutip Omongan Orang AS!

        Bukhori kemudian menyebut pangkal radikalisme sebenarnya ketidakadilan, baik di bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik.

        Tidak hanya itu, hilangnya kesejahteraan, rasa aman, dan munculnya rasa keterasingan di negeri sendiri turut berkontribusi terhadap munculnya bibit radikalisme.

        “Jadi, akar masalahnya bukan terletak pada agama. Benih-benih kekerasan itu dapat muncul, salah satunya, akibat kian lebarnya jurang ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin.”

        Menurut Bukhori, negara seharusnya hadir menjawab persoalan ketidakadilan di Indonesia demi menyelesaikan persoalan radikalisme.

        Misalnya, negara melalui pemerintah membuat instrumen kebijakan yang memihak pada kaum yang lemah serta konsisten menunaikan amanat konstitusi.

        “Oleh karena itu, seharusnya pemerintah fokus saja mengatasi hulu persoalan, yakni ketidakadilan ketimbang menghabiskan energi pada isu radikalisme yang justru memicu pembelahan sosial di masyarakat,” pungkas Bukhori.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: