Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara menyikapi kemungkinan perbedaan awal Ramadan 1443 H.
Perbedaan penetapan awal ramadan kemungkinan terjadi antara pemerintah dan Muhammadiyah.
Baca Juga: Apakah Vaksinasi Dapat Membatalkan Puasa? Berikut Penjelasan MUI
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan mengajak semua pihak untuk saling menghormati.
Dia mengatakan perbedaan merupakan suatu keniscayaan.
"Perbedaan itu sunnatullah, suatu keniscayaan. Wong kita juga berbeda-beda. Jangan timbul sikap melecehkan, mengejek, apalagi fitnah," ujar Amirsyah pada diskusi daring FMB9 yang diikuti dari Jakarta, Senin (28/3).
Menurut Amirsyah, perbedaan kemungkinan terjadi karena ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah.
Ada yang memakai metode hisab atau penghitungan secara astronomis posisi bulan dan ada yang mengguunakan metode rukyat atau pengamatan visibilitas hilal.
Namun, kata dia, kedua metode tersebut sebenarnya satu kesatuan, karena baik hisab maupun rukyat saling mengonfirmasi dalam menentukan awal bulan Hijriah.
"Mengapa terjadi perbedaan? Karena ada perbedaan sudut pandang melihat."
"Maksud melihat itu sebenarnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan hanya dengan kepala langsung tetapi menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kajian ilmiah," katanya.
Baca Juga: Lantang Sekali! Gagal Ketemu Jokowi, BEM SI: Presiden Enggan Temui Rakyatnya!
Dia kemudian mengajak umat muslim saling tenggang rasa, toleran dan saling menghormati.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada Sabtu, 2 April 2022.
Hal tersebut berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Baca Juga: Sudahi Hujat Luhut, MUI Tegaskan Dukung Percepatan Booster saat Ramadan: Mewujudkan...
Sementara 1 Syawal 1443 Hijriah akan jatuh pada Senin 2 Mei 2022.
Pada Sabtu 29 Ramadhan atau 30 April 2022, ijtimak jelang Syawal 1443 Hijriah belum terlihat.
Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Indonesia Kementerian Agama Thomas Djamaluddin mengatakan awal Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijriah/2022 Masehi berpotensi berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah.
Perbedaan itu karena adanya pedoman baru dari kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) yang ditetapkan pada 2021.
"Kalau masih menggunakan kriteria lama ini di bagian barat wilayah Indonesia, ini 1 April masih 2 derajat, kalau kriteria lama ada potensi dengan wujudul hilal, tetapi kalau lihat garis ini ada potensi perbedaan," katanya.
Dia mengatakan apabila menggunakan aturan baru dari MABIMS berupa tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat, wilayah Indonesia, Asia Tenggara dan Arab Saudi belum memenuhi.
Baca Juga: Demi Hormati Orang yang Berpuasa, MUI Imbau Rumah Makan di Lebak Tutup saat Siang Selama Ramadhan
Karena itu, tidak mungkin terjadi rukyat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: