BPDLH Fix Bekerja Sama dengan Ford Foundation untuk Mendorong Pengembangan Nasional
Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang merupakan salah satu mekanisme pendanaan lingkungan hidup nasional di bawah Kementerian Keuangan, pada hari ini Selasa (29/3/2022) menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ford Foundation untuk mendorong pengembangan program berbasis masyarakat, khususnya masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Perjanjian kerja sama ini ditandatangani langsung oleh Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto dan Direktur Ford Foundation Jakarta Alexander Irwan.
Baca Juga: Kemenkeu Kembali Berhasil Menyabet Penghargaan di PR Indonesia Award 2022
"Melalui mekanisme pendanaan lingkungan hidup yang ada, diharapkan dapat digunakan untuk mendorong kolaborasi multi-pihak yang efektif sehingga pencapaian target penurunan emisi dan komitmen pembangunan rendah karbon dapat dipercepat. Melalui program kerjasama antara filantropi Ford Foundation dan BPDLH, perbaikan lingkungan yang diharapkan terjadi akan menciptakan ekosistem usaha lokal yang berkelanjutan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujar Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto.
Kerja sama ini diharapkan menjadi dorongan untuk mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak lainnya sehingga komitmen pemerintah dalam penurunan emisi gas rumah kaca, sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim dapat tercapai.
Dalam memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut per tahunnya pemerintah perlu menyusun langkah strategis untuk memobilisasi dana tambahan dari pihak lain yang potensial, seperti dengan menstimulasi keterlibatan pihak swasta dan menyediakan desain tata kelola yang sejalan antara pemerintah dan swasta.
"Ford Foundation percaya bahwa filantropi harus turut memberikan kontribusinya pada model kemitraan publik-swasta untuk mensinergikan berbagai upaya dalam mewujudkan keadilan iklim. Oleh karena itu, sebagai organisasi filantropi internasional pertama yang mendukung program BPDLH, kami ingin berkontribusi untuk membangun mekanisme pendanaan iklim yang berkelanjutan dan akuntabel di tingkat nasional. Hal ini sesuai dengan amanat dan misi kami untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional dalam mencapai berbagai target pembangunan berkelanjutan," kata Direktur Ford Foundation Jakarta Alexander Irwan.
Baca Juga: Presidensi G20 Gelar Workshop Terkait Ketahanan Air dan Pengendalian Perubahan Iklim di Yogyakarta
Hasil study The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) UNFCCC memperkirakan bahwa perubahan iklim pada dekade berikutnya akan mendorong lebih 32 sampai dengan 132 juta masyarakat menuju kemiskinan yang ekstrim.
Masyarakat yang paling banyak terdampak adalah masyarakat pedesaan yang hidupnya bergantung pada sektor yang mudah terekspos oleh risiko iklim, seperti pertanian, perikanan dan ekowisata.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi risiko dan dampak dari perubahan iklim yang terus terjadi adalah dengan mengeluarkan komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya nasional dan hingga 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030, yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Untuk melaksanakan komitmen tersebut diperlukan dana iklim cukup besar sekitar Rp3.779 triliun (Sumber: KLHK (Updated NDC) dan BKF, 2021).
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/Sekretariat Komite Pengarah BPDLH Laksmi Dewanti juga ikut memberikan pernyataannya.
Baca Juga: Buktikan Upaya Nyata Perangi Perubahan Iklim, Jeff Bezos Ajak Pacar ke Taman Nasional
"Secara jangka panjang, dampak pandemi COVID-19 berpotensi untuk menghambat pencapaian target NDCs dan SDGs pada 2030. Untuk bangkit dari dampak covid, Indonesia harus mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif serta merata, termasuk menyasar pada masyarakat adat dan komunitas lokal yang saat ini masih terpinggirkan," kata Laksmi.
"Masyarakat adat dan komunitas lokal yang tinggal di wilayah sekitar hutan masih menjadi kelompok rentan terhadap berbagai gejolak perekonomian dan dampak bencana lingkungan akibat perubahan iklim. Keterlibatan non-party stakeholder, khususnya pihak swasta, dalam mendukung program berbasis masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya masyarakat sekitar hutan, sangat penting sebagaimana dimandatkan Paris Agreement," lanjutnya.
Untuk jangka panjang, pemerintah Indonesia juga telah mengumumkan komitmennya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Baca Juga: Tekan Polusi Emisi Karbon, Anies Luncurkan Bus Listrik Transjakarta
Untuk itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu melakukan penganggaran hijau, serta melakukan inovasi untuk mencari sumber pendanaan lain guna mencapai target penurunan emisi GRK di Indonesia, antara lain dengan meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk filantropi.
Nantinya, dana dari kerja sama ini akan disalurkan kepada lembaga perantara maupun lembaga pendidikan berkesempatan untuk mendapatkan hibah untuk kegiatan dan penelitian melalui Call for Proposal 'Dana Terra'.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: